ISLAM DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL
Pada dasarnya Indonesia adalah
Negara yang kaya raya dan berpotensi sangat besar untuk menjadi Negara maju
yang mampu mensejahterakan segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hal ini
terbukti dengan kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah, kita punya tanah
yang subur, hutan yang lebat, asri dan alami, dan laut yang terbentang luas
dari sabang sampai merauke lengkap dengan kekayaannya yang tiada tara.
Namun entah kenapa Negara ini sekarang
berkembang menjadi Negara miskin dengan kondisi yang memprihatinkan. Indonesia
sekarang adalah Negara dengan rakyat yang menderita busung lapar dimana-mana,
anak-anak negri yang kurud kurang gizi dan tak mampu bersekolah, dan
perekonomian Negara yang benar-benar memprihatinkan yang terlilit hutang luar
negri yang semakin hari semakin mencekik. Bahkan untuk meningkatkan devisa
Negara saja pemerintah rela menjual rakyatnya sendiri kepada Negara lain yang
dibanggakan oleh pemerintah dengan slogannya “TKI Pahlawan Devisa”. Benar-benar
menjatuhkan marwah bangsa Indonesia.
Kondisi yang memprihatinkan ini
mendorong penulis untuk mencoba menyibak sebenarnya dimana kesalahan Indonesia
sehingga bisa drop down hingga pada
kondisi yang buruk ini.
Untuk itu penulis mencoba memulai dari
segi kepemimpinan nasional Indonesia. Karena mengikuti apa yang pemimpin
ketahui bahwa pemimpin adalah orang yang menjadikan mereka yang dipimpin
menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Nah bila kondisinya saat ini Indonesia
berada dalam keterpurukan, terlebih dibidang perekonomian yang berdampak
lansung pada maraknya praktek KKN di Indonesia ini lantaran kurang kuatnya
moral bangsa untuk menjaga dari perbuatan keji dan mungkar dan godaan untuk
melakukan KKN, tetyu saja hipotesa penulis adalah bahwasanya pemimpin bangsa
ini telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Atau
dengan kata lain memang sedang terjadi degradasi kepemimpinan nasional di
Indonesia ini.
Berangkat dari hipotesa tersebut
penulis mencoba menjabarkan analisis tentang kepemimpinan tersebut dalam BAB II
pada makalah ini.
B. Kepemimpinan
1. Pengertian
Kepemimpinan
Menurut Charles W. marrified
kepemimpinan adalah “Bagaimana menstimuli, memobilisasi, mengarahkan dan
mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam suatu
usaha bersama.
Menurut Prof. Dr. Sarwono prawiroharjo
kepemimpinan adalah tingkah laku untuk mempengaruhi orang lain agar memberikan
kerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang menurut pertimbangan mereka adalah
perlu dan bermanfaat.
Pada prinsipnya kepemimpinan adalah
proses pengaruh mempengaruhi antara dua orang atau lebih untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.
Dengan demikian maka dalam kepemimpinan
harus ada beberapa hal sebagai syarat kepemimpinan yaitu: adanya orang yang
mempengaruhi, adanya orang yang dipengaruhi, dan pengaruh yang diberikan.
2. Tipe
kepemimpinan
Dalam kepemimpinan, kita mengenal ada 5
tipe kepemimpinan, yaitu tipe otokratis, tipe militeristik, tipe
pathernalistik, tipe karismatik, dan tipe demokratik.
a. Tipe
otokratis.
Kepemimpinan secara otokratis adalah
tipe kepemimpinan yang organisasi tersebut adalah miliknya sendiri. Tipe
pemimpin yang seperti ini tidak mau menerima kritikan, saran, dan pendapat dan
juga ia menganggap bawahannya hanya sebagai alat semata. Akibatnya bawahan
sering mengabaikan perintah atau tanggung jawab apabila tidak ada pengawasan
lansung.
b. Tipe
kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik adalah
tipe kepemimpinan yang dalam menggerakan bawahannya, ia menggunakan system
perintah seperti yang biasa digunakan dalam ketentaraan. Gerak-gerik nya selalu
tergantung kepada pangkat dan jabatan, senang dengan formalitas yang
berlebih-lebihan, menuntut disiplin keras dan kaku, senang dengan
upacara-upacara untuk berbagai keadaan, tidak menerima kritikan dari bawahan,
dan sebagainya.
c. Pathernalistik
Pemimpin tipe ini menganggap bawahannya
seperti anak kecil yang belum dewasa dan tak mampu menyelesaikan masalah dan
dalam segala hal masih membutuhkan bantuan dan perlindungan. Pemimpin dengan
tipe ini jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali memberikan kepada
bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif atau tidak berkembang.
Pemimpin tipe ini tidak pernah
bertindak keras kepada bawahannya, bahkan hamper dalam segala hal sikapnya baik
dan ramah, namun sayang pemimpin tipe ini benar-benar sok tau.
d. Karismatik
Pemimpin tipe ini mempunyai daya tarik
yang amat besar sehingga pengikutnya amat besar pula jumlahnya. Ini disebabkan
karena kepercayaan yang penuh terhadap pemimpin yang dicintai, dihormati,
disegani, dan dikagumi karena benar-benar peduli kepentingan orang lain
daripada kepentingannya sendiri. Pemimpin seperti ini akan membuat orang
mengikutinya karena tindakannya, bukan ucapannya.
C. Tinjauan sejarah dan Kondisi
kepemimpinan indonesia saat ini
1. Tinjauan
sejarah kebangsaan Indonesia.
Pada prinsipnya sejarah bangsa
Indonesia sejak dilahirkan hingga membentuk Negara diterangkan dalam prembule
UUD 1945.
Pada alinea pertama diterangkan bahwa
bangsa Indonesia dalam keadaan terjajah, dan penjajahan itu tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan peri keadilan, sehingga cita-cita bangsa Indonesia pada
saat itu adalah untuk mencapai kemerdekaan untuk mewujudkan kehidupan bangsa
Indonesia yang ber-peri kemanusiaan dan ber-peri keadilan. Dengan kata lain
untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang pada masa itu dalam
kondisi terjajah, termiskinkan dan terbodohkan.
Alinea kedua dari prembule UUD 1945
tersebut menerangkan tentang perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia yang dimulai sejak “bangkitnya orang Indonesia asli” pada
tahun 1908 M untuk bersatu melawan penjajah, lahirnya bangsa Indonesia pada 28
oktober 1928 M melalui kongres pemuda II (sumpah pemuda poin ke 2),
ditetapkannya pancasila sebagai dasar Indonesia merdeka pada tanggal 1 juni
1945, dan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945
M. Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 digambarkan dalam
prembule tersebut sebagai pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia karena
secara de facto dan de jure Negara Indonesia belum terbentuk pada tanggal 17
agustus 1945 tersebut.
Sesuai firman Allah.swt pada QS:
Al-Hujarat: 13
"(13).
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."
Maka Alinea ke tiga dari prembule
menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945
adalah merupakan rahmat Allah swt yang didorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Alinea keempat dari pembukaan itu
menjelaskan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18
agustus 1945 M melalui sidang PPKI. Sesuai syarat berdirinya Negara yaitu
adanya wilayah (telah terpenuhi pada tanggal 28 oktober 1928 melalui sumpah
pemuda poin 1), adanya rakyat yang bersatu (telah terpenuhi pada tanggal 28 oktober
1928 melalui sumpah pemuda poin 2) dan pemerintahan yang berdaulat (baru ada
sejak 18 agustus 1945) maka NKRI secara resmi ada sejak tanggal 18 agustus 1945
dengan ditetapkannya Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden (kepala
pemerintahan yang berdaulat) RI. Negara yang didirikan ini bertujuan untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan social, atau dalam bahasa lain; mengangkat harkat dan martabat
bangsa Indonesia. Negara tersebut tersusun dalam suatu Undang-undang dasar
Negara Indonesia yang berbentuk republic dan berdasar PANCASILA.
2. Tinjauan
sejarah dan Kondisi Kepemimpinan Nasional saat ini.
Bicara masalah kepemimpinan nasional
tentu tidak hanya berbicara tentang presiden saja, melainkan beberapa unsur
yang saling berkaitan satu sama lain yaitu; Konstitusi, lembaga tertinggi
Negara (masa orde lama dan orde baru) lembaga tinggi negara, dan pemerintahan
daerah.
- Konstitusi
Sejarah konstitusi di Indonesia dimulai
sejak tanggal 18 agustus 1945 dengan ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi
tertulis NKRI, kemudian diganti dengan UUD RIS 1949, lalu berganti lagi dengan
UUD Sementara 1950, dan kembali ke UUD 1945. Yang kini berlaku itu juga telah
mengalami amandemen kalau tidak mau dikatakan UUD 2002. Perubahan ini
diakibatkan oleh situasi dan kondisi di Indonesia yang tidak stabil dikarenakan
berbagai konflik.
Ada tiga krisis yang melibatkan UUD di
Indonesia. Pertama pada November 1945 sistem pemerintahan presidensial diubah
menjadi system parlementer dengan diangkatnya sutan sahrir sebagai perdana
mentri. Kedua juli 1959 kembali ke UUD 1945, dan yang ketiga adalah amandemen
yang banyak mengubah system kenegaraan pada 1999-2002.
UUD 1945 yang dinilai terlalu supel
sehingga membuat eksekutif menjadi terlalu otoriter menyebabkan UUD ini
diamandemen sejak tahun 1999-2002. Namun hasil amandemen menjadi sangat
kontroversial karena dinilai parsial dan berdasar kepada kepentingan sesaat
saja.
Kesalahan mendasar pada UUD 1945 (yang
asli) sebenarnya terletak pada pasal 2 ayat 1 yang mengkoptasi atau
bertentangan dengan pasal 1 ayat 2 yang mengakibatkan penurunan derajat Majelis
permusyawaratan rakyat dari lembaga tertinggi Negara yang memegang kedaulatan
rakyat menjadi disejajarkan dengan Lembaga tinggi Negara lainnya. Parsialnya
amandemen 2002 tidak mengubah kesalahan tersebut, malah memperkeruh dengan
menyusun UUD untuk menyesuaikan dengan kesalahan yang ada, bukannya memperbaiki
kesalahan tersebut.
- Lembaga
tertinggi Negara.
Lembaga tertinggi Negara disini
maksudnya adalah MPR sebelum reformasi yang memegang kedaulatan rakyat berdasarkan
UUD 1945 (yang asli) pasal 1 ayat 2.
Dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum
dihapuskan dalam amandemen) diterangkan bahwa MPR adalah suatu badan yang
memegang kedaulatan rakyat. MPR merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (vertresorgan des willens des staatsvolkes).
Dengan kata lain MPR adalah lembaga bangsa, dengan lembaga Negara (Eksekutif,
legislative, yudikatif) bertanggung jawab kepadanya karena Negara dinilai
hanyalah suatu alat untuk mencapai tujuan bangsa. Sehingga MPR adalah lembaga
yang menentukan dasar Negara (UUD) tujuan negara (GBHN) dan penyelenggara
negara (presiden dan wakil presiden). Dengan kata lain MPR (lembaga bangsa)
menentukan Negara secara keseluruhan dalam upaya mencapai tujuan bangsa.
Presiden bertanggung jawab kepada MPR yang merupakan perwujudan bangsa dan
memegang kedaulatan rakyat. Presiden tidak neben
(setara) dengan MPR tetapi untergeordnet
(dibawah) MPR.
Namun hal diatas kontradiksi dengan
pasal 2 ayat 1 dalam UUD yang sama yang mengatakan bahwa MPR terdiri atas
anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan golongan menurut aturan yang
ditetapkan dengan UU. Sehingga MPR yang harusnya meentukan lembaga Negara
(Eksekutif, Legislatif, yudikatif) sesuai pasai 1 ayat 2 tersebut menjadi
berbalik arah (kooptasi) karena baru bisa terbentuk setelah DPR terbentuk.
Artinya DPR/Legislatif (lembaga Negara) yang menentukan (pembentukan) MPR. Hal
ini mengakibatkan rancunya system hukum di Indonesia dan membuat Presiden
menjadi lebih tinggi/berkuasa daripada MPR, terbukti pada masa kepresidenan
Soeharto. Dimana soeharto sebagai DP GOLKAR yang merupakan perwujudan Utusan
golongan dan Daerah menjadi sangat berkuasa karena GOLKAR sangat Dominan baik
di DPR (GOLKAR juga partai politik peserta pemilu) maupun MPR (sebagian besar
anggota MPR adalah utusan daerah dan golongan atau GOLKAR).
Hasil amandemen UUD pada tahun 2002
telah menghilangkan status MPR sebagai lembaga yang memegang kedaulatan rakyat
dan menurunkan status MPR menjadi lembaga legislative sejajar dengan lembaga
tinggi Negara lain membuat rakyat kehilangan wadah untuk menentukan dasar
Negara (UUD), menentukan tujuan Negara (GBHN), penyelenggara Negara dipilih
lansung oleh rakyat dengan system pemilu (voting)
sehingga hikmat dan kebijaksanaan rakyat dalam permusyawaratan/perwakilan
menjadi tidak berarti (suara ustad sama dengan suara pelacur, suara orang yang
berpendidikan tinggi yang berfikir sistematis objektif rasional, kritis sama
dengan suara orang bodoh yang tak tau apa-apa) Kedaulatan rakyat menjadi
dipertanyakan.
- Lembaga
tinggi Negara
- Eksekutif (Presiden dan jajarannya).
Sejak Indonesia merdeka sedikitnya
telah terjadi penggantian presiden sebanyak enam kali. Diawali denganmasa
kepemimpinan soekarno, soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid Megawati
Soekarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Dimana setiap kepemimpinan dari
setiap presiden mengalami konflik yang tentunya berbeda pula.
Ir.
Soekarno adalah sosok pemimpin kharismatik yang dicintai rakyatnya dengan
berbagai gelar kebesaran yang dilekatkan padanya diantaranya pemimpin besar
revolusi dan penyambung lidah rakyat. Kesalahan terbesar soekarno dalam masa
kepemimpinannya adalah membiarkan bahkan memelihara Komunisme tumbuh dan
berkembang di NKRI. Slogan NASAKOM nya menyuburkan perkembangan Komunis di
Indonesia yang pada akhirnya mengancam integrasi nasional dengan meletusnya
G30S/PKI atau yang disebut GESTOK oleh bungkarno dalam laporan pertanggung
jawabannya kepada MPRS tertanggal 10 Januari 1967.
Soeharto menjadi presiden kedua
Republik Indonesia menggantikan Ir.Soekarno. pada awalnya tampil sebagai tokoh
pahlawan yang menumpas G30S/PKI membuat rakyat Indonesia menaruh harapan besar
kepadanya. Soekarno berhasil memajukan sector pembangunan dengan program Pelita
dan Repelita-nya. Seiring dengan kesuksesan tersebut juga semakin besarnya
peran presiden, secara lambat laun terjadi pemusatan kekuasaan ditangan
presiden, perlunya menjaga kestabilan politik, pembangunan nasional, dan
integrasi nasional telah digunakan sebagai alat pembenaran bagi pemerintah
untuk melakukan tindakan-tindakan politik, termasuk yang bertentangn dengan
demokrasi. Keberhasilan pemerintah soekarno untuk menjadikan Indonesia
swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an dan pembangunan ekonomi
setelah itu ternyata tidak diikuti dengan kemampuan untuk memberantas korupsi,
kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh anggota keluarga, dan krooni para
penguasa. Tidak ada satu lembagapun yang dapat menjadi pengawas presiden dan
mencegahnya dalam penyalah-gunaan kekuasaan (abuse of power) hingga masa lengsernya pada 1998.
Presiden Habibie yang dilantik sebagai
presiden untuk menggantikan soeharto dianggap sebagai presiden yang akan
memulai langkah-langkah demokratisasi sehingga hal pertama yang dilakukan
habibie adalah mempersiapkan PEMILU.
Semenjak dilakukannya amandemen
terhadap UUD 1999-2002 telah terjadi tiga kali pergantian presiden yang
nyatanya tidak banyak menghasilkan perubahan yang berarti dari kondisi yang
telah terlanjur meng-galau-kan
sebagai dampak kesalahan orde baru.
Diantara dampak yang masih dirasakan
sampai sekarang adalah budaya Korupsi (KKN) yang masih berkembang dan mengakar
sehingga belum bisa dicabut sampai saat ini, pembentukan KPK sebagai komisi
yang bertugas memberantas korupsi dinilai kurang memadai karena gerak KPK pun
telah dipersempit, terutama dengan kasus cicak Vsbuaya jilid Dua yang belum
tuntas sampai sekarang.
- Legislatif (DPR)
Dalam tinjauan sejarah Indonesia telah
mengenal tujuh belas badan legislative yaitu; Volksraad (1918-1942), KNIP
(1945-1949), DPR dan senat RIS (1949-1950), DPRS (1950-1956), DPR hasil
pemilu 1955 (1956-1959) yang kemudian diganti dengan DPR peralihan (1959-1960),
DPR GR-demokrasi terpimpin (1960-1966), DPR GR-demokrasi pancasila (1966-1971)
dan DPR hasil pemilihan umum (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,
dan 2009).
Pada dasarnya lembaga legislative di
Indonesia menjalankan fungsi legislasi atau pembuatan undang-undang dan
mengontrol eksekutif. Namun seiring perkembangan zaman terjadi pergeseran
intensitas fungsi lembaga legislative ini.
Anggota DPR yang mewakili rakyat
melalui partai politik atau perwakilan politik (political representation), sehingga perwakilan yang berdasarkan
kesatuan-kesatuan politik semata-mata berpotensi mengabaikan berbagai
kepentingan dan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
Belakangan juga MPR disejajarkan dengan
DPR sebagai lembaga Legislatif yang tugasnya hanya bersifat ceremonial saja
membuat system kepemimpinan/perwakilan dalam bidang legislasi semakin tidak
jelas saja.
- Pemerintah
daerah
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia
menganut system pemerintahan yang bersifat sentralistis. System pemerintahan
ini tidak mendorong integrasi karena sentralisasi birokrasi yang dijalankan
oleh cabinet-kabinet sejak tahun 1950-an telah menumbuhkan kegusaran dibanyak
daerah diluar jawa. Apa yang dilakukan pemerintah sejauh menyangkut system
pemerintahan ialah “memusatkan perhatian pada normalisasi, pemulihan situasi
yang aman, dan penumbuhan suatu pemerintah yang kuat, bersatu dan efisien”
Pemerintah pusat selalu mengendalikan
daerah-daerah dengan jalan menempatkan orang-orangnya sendiri di
provinsi-provinsi. Dapat diperkirakan bagaimana tindakan pemerintah ini
mengancam kepentingan-kepentingan likal, dan ini sering diperlihatkan secara
terbuka dari waktu kewaktu. Banyak pemimpin daerah tercampak dari struktur
kekuasaan setempat, sehingga kepentingan daerah pun terabaikan pula.
Keadaan ini diperparah oleh rezim orde
baru yang rakus. Seperti kita ketahui bahwa pada masa rezim ini, praktek KKN
seperti jamur dimusim hujan. Mengutip Leo Agustino[1][1] Soeharto
tidak menguras habis kekayaan Indonesia seorang diri, tetapi beliau membagi-bagikan
konsesi sumberndaya kepada kolega, klien, dan kroninya. Bahkanbeliau sengaja
membentukbanyak kelompok Local strongman yang juga mendapatkan keuntungan dari
loyalitas mereka.
Hal ini semakin mendorong keinginan
masyarakat local untuk mewujudkan apa yang disebut dengan otonomi daerah di
daerahnya. Salah satu harapan utama adalah terlaksananya tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan daerah lebih baik yang sesuai dengan keadaan
setempat dan kepentingan rakyat di daerah bersangkutan. Otonomi memberikan
kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mempertimbangkan lebih banyak kondisi
setempat sehingga tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dapat lebih
berhasil, yang berarti dapat lebih memuaskan rakyat.
Ketika krisis ekonomi terjadi pada
tahun 1997 dan berujung pada kejatuhan Soeharto, rakyat Indonesia bernafas lega
karena percaya bahwa perubahan ke arah yang lebih baik telah terbuka. Harapan
tergesarnya kekuasaan dictator-represif oleh rezim reformasi dan
membersihkan Indonesia dari aktifitas ekonomi-politik oligarki elit ternyata
tidak berlaku. Local strongman selaku
krooni Soeharto di daerah, kini telah menjelma menjadi penguasa baru
menggantikan peranan rezim orde baru di aras local dengan menggunakan cara-cara
lama ketika mereka mencengkeram daerah.
Dari bahasan diatas dapat disimpulak
bahwa saat ini di Indonesia memang sedang terjadi degradasi kepemimpinan yang
tidah hanya disebabkan oleh kesalahn hukum dan undang-undang dasar saja.
melainkan memang ada sesuatu yang lebih dari itu, yaitu degradasi moral dari
generasi penerus bangsa yang pada gilirannya memimpin dengan moral yang semakin
tipis saja. padahal dalam bahasan sebelumnya dijelaskan bahwa moral seorang
pemimpin menentukan etika dalam lingkungan atau mereka yang dipimpin. Lalu bagaimana
mungkin seorang pemimpin menerapkan moral sedang dianya tidak bermoral?
D. Sistem Kepemimpinan ideal bangsa
indonesia.
Berbicara masalah format kepemimpinan
nasional tentu saja tidak terlepas dari system politik yang dianut oleh suatu
Negara dimana badan-badan politik maupun badan-badan pemerintah yang mempunyai
wewenang untuk membuat peraturan-peraturan yang
tercermin dalam konstitusi Negara tersebut, begitu juga dengan Indonesia.
Kesalahan-kesalahan dalam perumusan UUD
terbukti mempengaruhi gaya kepemimpinan nasional Indonesia seperti
ditetapkannya Soekarno sebagai presiden seumur hidup Oleh MPR-S dan
kediktatoran rezim orde baru. Begitu juga pada masa reformasi seperti
pemberhentian presiden Abdurrahman Wahid ditengah masa jabatannya yang digantikan
oleh Megawati Soekarno Putri. Dan lain-lain.
Perubahan era orde baru ke era
reformasi lebih dikenal dengan era euforia kebebasan atau euphoria demokrasi
yang menjalankan amandemen tanpa konsep dasar, dan tujuan yang jelas. Oleh
karena itu tidak mengherankan bila amandemen yang terjadi dikenal hasilnya
bersifat tanbal sulam. Arah pembangunan nasional menjadi tidak jelas dengan
dihapuskannya GBHN oleh amandemen tersebut.
Amandemen UUD tahun 2002 juga
menyebankan Indonesia semakin liberal karena terlalu banyak mengadopsi system
yang diterapkan di USA (amerika serikat) tanpa memperhatikan factor objektif
Indonesia yang jelas-jelas berbeda dengan Indonesia yaitu factor Historis atau
sejarah kelahiran dan perkembangan bangsa, faktor demografis atau keadaam rakyat,
dan factor geografi yang berkaitan dengan bentuk wilayah tertentu yang menjadi
dasar kelahiran sebuah Negara.
Proses adopsi inovasi yang datang dari
luar (AS) merupakan pengaruh dari pemahaman modernisasi klasik yang mengatakan
bahwa suatu Negara berkembang akan maju bila mengikuti seluruh aspek kehidupan
di Negara maju termasuk ideology dan budaya nya yang tertuang dalam UUD suatu
Negara. Pemahaman seperti ini pada hakikatnya bukanlah menjadikan Negara
berkembang menjadi lebih maju (modern)
namun menjadikannya sebagai Negara barat (westernisasi).
Pada kenyataannya Negara berkembang akan menjadi lebih mundur apabila Negara
berkembang tersebut keluar dari nilai budaya dan agama (demografi) yang
dianutnya.
Karena peranan UUD yang begitu besar
dalam system kepemimpinan nasional, maka sangat keliru kiranya bila membiarkan
kenyataan tentang UUD ini begitu saja dan semakin merusak bangsa dan Negara
Indonesia dari dalam. Maka sudah saatnya untuk kembali kepada UUD 1945 yang
asli (restorasi) dan mengamandemen pasal 2 ayat 1 seperti yang telah saya
jelaskan sebelumnya.
Maka dengan demikian diharapkan MPR
pemegang kedaulatan rakyat dapat dikembalikan kepada kedudukan semula dengan
komposisi yang berbeda. Yaitu benar-benar mewakili rakyat hingga kepada
individu-individu rakyat Indonesia ini. Komposisi yang tidak lagi terdiri dari
DPR ditambah Utusan daerah dan golongan (GOLKAR) atau DPD dalam bahasa masa
kini.
MPR sebagai lembaga bangsa diharapkan
beranggotakan delegasi dari wilayah yang dipilih dalam majelis permusyawaratan
ditingkat wilayah, anggota majelis permusyawaratan di wilayah pun beranggotakan
delegasi atau perwakilan dari majelis di tingkat kabupaten, seterusnya
kecamatan dan desa dan keluarga hingga pada individu itu sendiri. Dengan kata
lain MPR benar-benar melembaga hingga kepada setiap individu yang ada di negeri
ini dengan membentuk MPR di tingkat dati I, dati II, kecamatan, hingga ke desa
yang beranggotakan perwakilan keluarga. Dengan demikian rakyat Indonesia
benar-benar berdaulat dengan kepemimpinan rakyat dalam hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan seperti yang dihendaki pancasila sila ke
empat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah.Swt
QS: As-syuraa;38
"38.
dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka."
Dalam bentuk ini akan lebih mudah
mencapai consensus dalam
permusyawaratan karena setiap delegasi mewakili daerahnya yang masih homogen
dengan memperkecil dampak pluralitas seperti yang terjadi pada MPR yang
terpusat seperti sekarang dan sebelumnya yang tidak memperhatikan
kelompok-kelompok sosial (masyarakat) yang masih homogen dalam tataran daerah
yang lebih kecil.
System politik di Indonesia tidak
sepenuhnya seperti yang digambarkan oleh Grabiel A. Almond, karena seluruh
system baik input, proses maupun output adalah dilakukan oleh MPR. Negara atau
badan-badan politik maupun badan-badan pemerintah yang mempunyai wewenang untuk
membuat peraturan-peraturan hanyalah bersifat administrative belaka untuk
mencapai tujuan MPR yang kesemuanya (pada prinsipnya) bertanggung jawab kepada
MPR sebagai perwujudan Bangsa dan kedaulatan rakyat. Hal ini menunjukan bahwa
pemimpin nasional sesungguhnya adalah anggota MPR yang merupakan terjemahan
dari pancasila ke 4; Kerakyatan yang dipimpin (pemimpin rakyat) oleh hikmat
kebijak sanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (MPR/paripurna) yang
kemudian dalam peng-implementasi-annya dilakukan dalam bentuk Negara (trias politika dalam artian pembagian
kekuasaan).
Kemudian Negara yang menjalankan
usaha-usaha untuk mencapai tujuan bangsa tersebut dipimpin oleh seorang
presiden yang menjalankan fungsi eksekutif, DPR yang menjalankan fungsi
legislative dan dibentuk MA sebagai lembaga yudicial
review dan civil low bagi rakyat
yang yang melanggar undang-undang dan kebijakan yang telah ditatapkan bersama
melalui perwakilan dalam mencapai tujuan bersama.
E. Karakteristik Pemimpin nasional
Indonesia yang ideal dalam perspektif islam.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Setiap
kamu adalah pengembala (Pemimpin) dan setiap pengembala akan diminta
pertanggung jawabannya dikemudian hari. (HR.Bukhori Muslim)"
Secara filoshofis, pemimpin yang oleh
nabi SAW dianalogikan pengembala(ra in),
tentu saja bertujuan untuk menjadikan gembalaannya lebih baik lagi sehingga
pemimpin berfungsi sebagai pelayan, pembimbing, panutan dan sekaligus penuntun.
Sebagai pelayan, pemimpin adalah abdi
yang senantiasa mendahulukan hak-hak dan kepentingan rakyatnya dibandingkan
dengan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri. Seperti yang diterangkan
oleh Allah.Swt dalam QS: Al-Baqarah;207
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."
Yang ada dipundaknya adalah tanggung jawab sebagai pemikul amanah terhadap gembalaannya. Inilah yang membedakan antara pemimpin dengan penguasa (said/ra is) yang lebih berarti sebagai kepala dan atau tuan yang lebih berorientasi kepada dunia kepejabatan, bos, dan pihak yang lebih banyak menuntut ketimbang dituntut. Ia sadar bahwa kepemimpinannya adalah ujian dari Allah.Swt
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."
Yang ada dipundaknya adalah tanggung jawab sebagai pemikul amanah terhadap gembalaannya. Inilah yang membedakan antara pemimpin dengan penguasa (said/ra is) yang lebih berarti sebagai kepala dan atau tuan yang lebih berorientasi kepada dunia kepejabatan, bos, dan pihak yang lebih banyak menuntut ketimbang dituntut. Ia sadar bahwa kepemimpinannya adalah ujian dari Allah.Swt
Hal ini diterangkan Allah.Swt dalam QS:
Al-An’am;165
"dan
Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat
siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Seorang pemimpin adalah mereka yang
mampu berbuat adil dan selalu bertakwa kepada Allah. Penekanannya kepada
menjadikan masyarakat yang berkeadilan social, demokratis dan tetap berdasarkan
akhlak mulia, sampai insan kamil yang terbentuk secara individual. Swt
sebagaimana firmannya dalam QS: Al-Maidah;8
"Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Semua dilakukan dalam rangka
menjalankan amanahnya yang telah memilih sebagai pemimpin untuk memberikan yang
terbaik dalam meraih cintaNya, bukan meraih yang lain dan merlupakan ridho Nya.
Seperti yang diterangkan Allah.Swt dalam QS: Al-Lail;19-21
"(19).
Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya, (20). tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari
keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. (21). dan kelak Dia benar-benar mendapat
kepuasan."
Misi yang dicita-citakan tetap saja
konsisten dengan hakikat islam, yaitu menyelamatkan umat dan membawa rahmat
kepada alam dalam tatanan yang diridhoi allah Swt dalam kerangka mewujudkan
insan kamil.
Kriteria pemimpin yang baik dipilih
berdasarkan factor kefasihan, ilmu, integritas, dan kesehatan. Factor
sekundernya adalah usia. Kesemua factor tersebut dapat dilihat denga lebih baik
melalui musyawarah mufakat. (QS: As-syuraa;38)
"38.
dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka."
Secara sosiopsikologis pemimpin
haruslah bermoral dan bemental (akhlak) terpuji. Kepemimpinan dalam tinjauan
sosiologinya biasanya tidak berdiri sendiri, kepemimpinan adalah bagian dan
sekaligus cerminan dari system sosial budaya, atau dengan kata lain
kepemimpinan adalah perihal penerapan moral terhadap etika di lingkungan dan
pemimpin adalah orang yang menerapkan moralnya terhadap etika dilingkungannya.
inilah yang pertama-tama menentukan dan memberi warna kepada corak kepemimpinan
yang berlaku. Keberadaannya dapat diterima oleh pengikutnya secara umum. Ia
juga figure yang mengemban secara baik nilai-nilai leluhur yang dianit oleh
pengikutnya yaitu agama dan budaya.
Seorang pemimpin menurut rasul([2][2])
pemikirannya harus cemerlang, Karena abad mendatang persaingan IPTEK begitu tingginya.
Pilihan terhadap pemimpin nasional yang berwawasan IPTEK adalah pilihan yang
harus dilakukannya.
Pengetahuan adalah suatu kekuatan
pencipta dalam bentuk; pengetahuan dan kekuatan berkaitan amat erat dimana
besaran pengetahuan dapat berbanding lurus dengan besaran kekuatan karena orang
yang berilmu diangkat derajatnya oleh Allah.Swt.
Bahwasanya orang yang beriman dan
berilmu diangkat drajatnya oleh Allah.Swt Seperti yang diterangkan dalam QS:
Al-mujadalah;11
"11.
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Seorang pemimpin islam selalu menyadari
bahwa Demokrasi, politik, dan Negara hanya alat untuk mencapai kemaslahatan
bersama. Maka tinggal bagaimana mengaplikasikan kepemimpinan islam dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karakteristik pemimpin bangsa itu
haruslah orang-orang yang Beriman dan berakhlak mulia sehingga memiliki
integritas yang kokoh yang dalam pancasila disebut sebagai “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Berperikemanusiaan/hati nurani sesuai dengan fitrahnya yang selalu
berpihak kepada kebenaran (Hanif)
atau “Kemanusiaan yang adil dan Beradab”, Menjunjung tinggi persatuan Mengingat
bangsa Indonesia yang multicultural atau “Persatuan Indonesia”. Gemar
bermusyawarah dan berilmu pengetahuan luas/hikmat yang tercermin dari sikapnya
yang bijaksana atau “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”. Adil atau mampu meletakan sesuatu pada tempatnya,
dan selalu memposisikan kepentingan rakyatnya diatas kepentingan pribadi dan
kelompoknya. Atau “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”
Hal seperti inilah yang diinginkan oleh
fonding father kita sewaktu mendirikan NKRI ini dahulu. Terbukti dengan
dirumuskannya Pancasila sebagai falsafah bangsa sekaligus yang mendasari
kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945 silam.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesalahan pasal 2 ayat 1 UUD 1945 (yang
asli) membuka pintu gerbang demokrasi liberal kedalam tata system politik di
Indonesia sehingga bangsa Indonesia cenderung mengadopsi inovasi yang datang
dari Negara demokrasi barat (terutama Amerika/USA) menyebabkan rakyat Indonesia
kehilangan kedaulatannya terhadap Negara.
Dalam format ideal kepemimpinan
nasional, Pemimpin bagsa ini seharusnya adalah mereka yang duduk di MPR sebagai
majelis permusyawaratan pemimpin rakyat yang mewakili rakyatnya dalam membangun
strategi untuk mencapai tujuan bangsa itu sendiri, yaitu mengangkat harkat dan
martabat hidup bangsa Indonesia.
MPR adalah Negara itu sendiri,
MPR adalah lembaga yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan bangsa dengan
Negara (trias politika dalam artian pembagian kekuasaan) hanyalah bersifat
administrative belaka yang menjalankan fungsi MPR dalam keseharian dan bertanggung
jawab kepada MPR.
Ternyata karakteristik pemimpin ideal
untuk Indonesia berdasarkan perspektif islam telah dirumuskan oleh para fonding
father negeri ini dalam bentuk Pancasila.
B.
Rekomendasi.
Agar para penguasa pemerintah saat ini
segera melakukan restorasi terhadap UUD 1945 dan mengamandemen pasal 2 ayat 1.
MPR sebagai lembaga yang memegang
kedaulatan rakyat, agar dikembalikan ke kedudukan semula dengan komposisi
perwakilan secara structural dan fungsional, bukan perwakilan politik belaka.
Agar proses pemilihan pemimpin nasional
dilakukan secara musyawarah mufakat dalam majelis perwakilan seperti MPR (bukan
oleh DPR/DPRD)
DAFTAR
PUSTAKA
Budiardjo,Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2008
Haryanto. Sistem Politik Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. 1982
Koto,Alaiddin. Islam Dan Kepemimpinan Di Indonesia. Jakarta: Mazhab Ciputat. 2009
Hartono, Dimyati. Problematik & Solusi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.2009
Awaluddin, dan Basri. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi
Umum Untuk Pengembangan Kepribadian. Pekanbaru: PUSBANGDIK UR. 2010
Koto Alaiddin. Pemimpin Berhati Rakyat. Pekanbaru: Riau Mandiri Press. 2004
Umar, Muhammad. Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta. Yayasan obor Indonesia. 2008
Lutfi, Amir dan Elviriadi. Kebangkitan Generasi Baru Asia Tenggara.
Pekanbaru: Suska Press
Koto, Alaidin. Sebelum Semua Menjadi Terlambat; aktualisasi nilai-nilai islam dalam
mengatasi persoalan bangsa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010
Agustino, Leo. Sisi Gelap Otonomi Daerah. Widya Padjadjaran. 2011
_____. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau Pekanbaru; Natuna:
Pembangunan dan Otonomi Daerah. Pekanbaru: FISIPOL UNRI. 1996
_____.Hasil-Hasil Kongres HMI XVII. Malang: HMI. 2010