Pacu jalur, Event tahunan yang diadakan di kabupaten kuantan singingi telah berlansung sudah. tradisi besar turun temurun sejak ratusan tahun lalu itu kembali hangat dalam perbincangan, seperti yang sudah sudah pada masyarakat lokal, acara yang empathari itu tak akan ada habisnya dibicarakan hingga empat bulan kemudian. begitulah euforia yang diciptakan tradisi yang telah karatan tersebut.
Tradisi merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dinilai baik dan diteruskan dari generasi kegenerasi. Tradisi membentuk budaya dari dialektika terus menerus hinggamencapai objektifitas. Artinya tradisi yang baik menghasilkan budaya yang baik pula. begitu juga sebaliknya.
Tradisi sebagai input mestilah mengalami dialektika, mengalami revisi, reformasi, revitalisasi, rekonstruksi, bahkan revolusi berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas budaya yang dihasilkan sesuai prinsip dasar sistem : input-proses-output.
Pacu jalur sebagai tradisi yang lahir ditengah-tengah masyarakat umum mestilah diproses dalam suatu sistem yang baik agar benar-benar bermanfaat dan sekalipun jangan menimbulkan kemudhoratan. Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi sebagai penyelenggara dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab baik atas manfaat maupun mudhorat yang ditimbulkannya.
Sedikit catatan saya tentang Pacu jalur ini mungkin dapat dinilai sebegai sebuah subjektifitas yang telah mengalami dialektika karena Sejak saya bisa mengingat, tak sekali-pun saya tidak mengikuti event ini dari tahun ketahun, baik sebagai penonton maupun pemacu, .
Hal yang paling "Biadab" dari pacu jalur adalah praktek perpawangan alias perdukunan. Pada awal dipacukannya jalur di Batang Kuantan ini pada zaman. Kolonial belanda memang selalu diwarnai dengan praktek perdukunan, karena maklumpada saat itu pendidikan masyarakat belum seperti sekarang pastinya.
Pawang-pawangan dimaksudkan dalam rangka "me-lobby" makhluk halus yang kita sebut saja Jin dkk (dan kawan-kawan) agar dapat membantu memenangkan jalur yang dipawangkan. Kemudian pada jalur yang kalah, sang dukun terpaksa berkilah bahwa Mambang atau jembalang (kawan-kawannya jin) kurang kuat dibanding milik lawan. Masyarakat dan anak pacuan percaya saja, kan pendidikan belum canggih!. agar mendapatkan mambang (makhluk halus penunggu kayu, karena Jalur terbuat dari kayu) yang berstandar ISO 9001, pengurus jalur tak segan-segan me-Rental Dukun pacu kuda solok atau dukun pacu sapi madura yang bahkan tak tahu-menahu tentang Jalur.
Jalur Pendekar Hulu Bukit Tabandang (nama jalur asal desa Lubuk Ambacang) misalnya. berhasil meraih kemenangan tiga tahun berturut-turut bahkan hampir di seluruh rayon yang diikuti, termasuk gelanggang utama di tepian Narosa Telukkuantan selalu dikait-kaitkan dengan kesaktian teman-temannya jin yang mereka percaya menunggu jalur tersebut. menurut mereka nama mambang yang satu ini adalah "Saroyi". hal serupa juga terjadi di jalur-jalur lainnya, tentu dengan nama mambang yang berbeda. bahkan jalur Kalo Jengking 3 Jembalang (asal Desa Sungai Manau), dari namanya saja kita sudah tau bahwa masyarakat percaya bahwa jalur ini didiami 3 mambang/jembalang sekaligus. mungkin jembalang-jembalang ini saling berebut tempat tidur saat malam menjelang, belum lagi kalau ada tetangga yang datang menjalang! tapi kemana perginya mambang dan jembalang ini saat kejayaan jalur telah hilang ditelan sang waktu?
Sekedar anekdot barangkali perihal ini dapat menjadi bahan penelitian buat skripsi mahasiswa jurusan ilmu komunikasi. kita anggap saja judul skripsinya "Komunikasi lintas Dimensi/alam gaib di kabupaten kuantan singingi. mantap kan?
Praktek perdukunan, pada zaman serba sain dan tekhnologi seperti sekarang ini jelas sangat kuno. maksud saya masyarakat yang masih percaya sama yang gitu-gituan pasti terlihat bahwa masyarakat tersebut benar-benar Tidak berpendidikan atau Belum Terjamah Pembangunan alias blo'on. benarkah masyarakat kuantan singingi seperti itu? ah tidak juga, tapi terserah pembaca saja mau memberi penilaian seperti apa.
Masyarakat Kuantan singingi pasti protes dibilang SDA (seperti di atas), saya juga dong, kan saya mbagian dari masyarakat kuantan singingi juga. tapi kenyataanya praktek perpawangan ini masih dianggap hal biasa di kalangan masyarakat toh. meski menurut saya pemerintah yang paling lengah. sebut saja propaganda tanpa perhitungan yang dilakukan pemerintah dalam mempromosikan pacu jalur. benar-benar menyesatkan..! (menurut saya)
Tiga puluh menit saya terpaku menyaksikan kalender yang dipajang didinding rumah saya hanya untuk melihat sebuah foto yang sangat menawan bagi saya. sepertinya foto tersebut memenuhi karakteristik estetika fotografi. foto tersebut tentu sangat sulit dideskripsikan dengan kata-kata, apalagi lewat tulisan, tapi yang jelas disana terlihat seorang pawang sedang memantrai ekor jalur dalam keremangan cahaya lilin dikala matahari baru saja terbenam diujung barat, sunset nya masih tergambar dengan sangat jelas. dibawah foto tersebut terdapat tulisan "pertahankan opini wajar tanpa pengecualian" lalu dibagian atasnya tertulis "PEMERINTAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI"
Ketika sedang "Manakiak" dikebun karet kami, saya dan abang saya berhenti sejenak khusus untuk mendengarkan proses pencabutan undian pacu jalur lewat radio, terdengar penyiar berkata " Jalur kal***{sensor}(panitia memanggil perwakilan jalur),- yak terlihat perwakilan jalur maju kedepan kemudian berputar-putar tujuh kali sembari mencabut undian dengan tangan kiri sesuai INTRUKSI PAWANG JALUR" (pembaca mungkin lebih tau intensitas kalimat serupa)
Diatas baru dua contoh Propaganda seperti yang saya ulas sebelumnya, masih ada contoh lain yang tak mungkin saya sampaikan dalam tulisan singkat ini, tampak pemerintah memang sengaja mem-propagandakan pawang jalur. Motifnya? entahlah, mungkin proyeknya dinas Pariwisata agar dapat menarik banyak wisatawan untuk menyaksikan kebodohan masyarakat kuantan singingi yang masih percaya akan perdukunan dkk. kebijakan politik untuk perekonomian dalam meningkatkan PAD memang terkadang mengesampingkan/terlupakan akan pembangunan karakter dan pendidikan masyarakat.
Tiga puluh menit saya terpaku menyaksikan kalender yang dipajang didinding rumah saya hanya untuk melihat sebuah foto yang sangat menawan bagi saya. sepertinya foto tersebut memenuhi karakteristik estetika fotografi. foto tersebut tentu sangat sulit dideskripsikan dengan kata-kata, apalagi lewat tulisan, tapi yang jelas disana terlihat seorang pawang sedang memantrai ekor jalur dalam keremangan cahaya lilin dikala matahari baru saja terbenam diujung barat, sunset nya masih tergambar dengan sangat jelas. dibawah foto tersebut terdapat tulisan "pertahankan opini wajar tanpa pengecualian" lalu dibagian atasnya tertulis "PEMERINTAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI"
Ketika sedang "Manakiak" dikebun karet kami, saya dan abang saya berhenti sejenak khusus untuk mendengarkan proses pencabutan undian pacu jalur lewat radio, terdengar penyiar berkata " Jalur kal***{sensor}(panitia memanggil perwakilan jalur),- yak terlihat perwakilan jalur maju kedepan kemudian berputar-putar tujuh kali sembari mencabut undian dengan tangan kiri sesuai INTRUKSI PAWANG JALUR" (pembaca mungkin lebih tau intensitas kalimat serupa)
Diatas baru dua contoh Propaganda seperti yang saya ulas sebelumnya, masih ada contoh lain yang tak mungkin saya sampaikan dalam tulisan singkat ini, tampak pemerintah memang sengaja mem-propagandakan pawang jalur. Motifnya? entahlah, mungkin proyeknya dinas Pariwisata agar dapat menarik banyak wisatawan untuk menyaksikan kebodohan masyarakat kuantan singingi yang masih percaya akan perdukunan dkk. kebijakan politik untuk perekonomian dalam meningkatkan PAD memang terkadang mengesampingkan/terlupakan akan pembangunan karakter dan pendidikan masyarakat.
Saya tidak mengatakan bahwa saya tidak percaya pada praktek perpawangan. lagipula agama saya mengakui eksistensi hal-hal seperti ini walau dengan nada sangat-sangat negatif. tapi mari kita rehat sejenak. kita layangkan pikiran kita ke sebuah daratan luas di sebelah timur sana. sebuah daratan yang masyarakatnya mampu menjadi standar bagi dunia. sebuah masyarakat yang memiliki negara adikuasa dan adidaya bernama USA, lau kita bayangkan kita dapat melihat mereka dari atas bagaikan melihat dari "Google Map", terlihatlah bangsa amerika yang tak terhitung jumlahnya, mumpung kita lagi melihat dari atas, maka bagian kepala tentu terlihat paling jelas, lalu pertanyaan saya, berapa banyak dari kepala yang anda lihat yang isinya "percaya kepada Tahayul..!"? Mungkin pesan yang hendak saya sampaikan dalam alinea ini begini : Meninggalkan tradisi per-pawangan = belajar hidup mandiri tanpa bergantung dibawah ketiak jin dkk dalam mencapai kesejahteraan hidup masyarakat. kira-kira seperti itu.
Ketika sampai di Alinea ini, saya teringat sebuah kalimat yang saya kutip dari Majalah "SM edisi 23-2011 (kalau saya tidak salah)" : " Tradisi dengan sendirinya bukanlah untuk ditradisikan, melainkan untuk membangun peradaban yang lebih baik melalui dialektika zaman", kutipan yang saya edit seperlunya. dengan demikian bila sudah terang bahwa pawang-pawangan dalam tradisi Pacu Jalur tidak membangun peradaban samasekali maka sudah sepantasnya dibuang dan diganti dengan sesuatu yang lebih berarti dalam pembangunan karakter dan pendidikan bagi masyarakat, Mentradisikan Pawang tidak lebih dari sekedar mengawetkan sampah. Mari kita ganti Propaganda kita sekalian jaga.
Apa solusi yang saya berikan? Sebuah pertanyaan blunder yang saya sangat malas menjawab nya, mengapa demikian? karena menurut saya masih ada pihak yang lebih pantas menjawab pertanyaan bodoh ini selain saya. namun bila pembaca masih ingin menanyakannya, maka ada baiknya tanyakan terlebih dahulu pada diri masing-masing...
Tidak ada komentar: