Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Persoalan Banjir Di Kampus FISIP UR


Genangan air di kawasan kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasRiau (FISIP UR) Panam, benar-benar meresahkan warga civitas akademika yangberaktifitas di sini, terutama mahasiswa. Ini terbukti dengan terpajangnya beberapa tulisan karya Larsen Yunus.S, mahasiswa sosiologi 2010 yang bertajuk “Kolam Pancingan FISIP UR” di mading-mading yang ada di kampus ini. Masalah genangan air ini juga menjadi topik hangat dalam diskusi-diskusi di kalangan aktifis dan organisatoris yang ada di FISIP UR, terutama BEM dan BLM FISIP UR yang mengutarakan aspirasi mahasiswa FISIP UR atas ketidak nyamanan kondisi ini.

Saya fikir genangan air ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya; Iklim yang memang dalam musim hujan, lokasi FISIP UR yang merupakan “bekas” lahan gambut dan rawa-rawa yang relative rendah sehingga mudah digenangi air, tidak jelasnya arah aliran air di kawasan FISIP UR (bahkan ada saluran air yang buntu), serta tersumbatnya aliran air yang diakibatkan oleh proyek pembangunan Gedung Dosen dan Pascasarjana di kawasan FISIP UR.
Air yang menggenangi sebagian kawasan FISIP UR ini sangat-sangat berdampak negatrif, apalagi sampai saat ini (saat tulisan dibuat-red) belum terlihat usaha untuk mengatasi permasalahan ini secara rill. Air tetap saja dalam kondisi yang sama (kalau tidak mau dikatakan bertambah/berkurang) sejak beberapa waktu lalu saat kondisi ini dimulai hingga saat ini.

Adapun dampak genangan air ini yang saya fikir paling meresahkan adalah sebagai berikut :
  1. Membatasi gerak dan aktifitas civitas akademika (terutama mahasiswa), dimana pada kawasan jalur lalu-lintas (jalan) yang sering dilalui oleh mahasiswa terpaksa dihindari karena digenangi air. Hal yang serupa juga terjadi pada pondok-pondok yang sering digunakan oleh mahasiswa sebagai tempat berdiskusi (sepertipondok IM3) dan sekedar duduk-duduk/istirahat. 
  2. Mencemari lingkungan FISIP UR. Selain “tak elok dipandang mate”, air yang tergenang ini mulai berubah warna menjadi kehitam-hitaman dan mengeluarkan aroma tak sedap. Tentu kondisi ini juga dimanfaatkan oleh kuman, bakteri dan virus “jahat” untuk berkembang biak dengan “baik”.
  3. Menjadi kolam “pembudidayaan” katak yang baik. Sejak mula terjadinya genangan air ini lansung dimanfaatkan oleh katak untuk berkembang biak, terbukti dengan banyaknya beludru atau kecebong yang berenag di genangan air tersebut.
  4. Menjadi tempat yang sempurna untuk perkembang-biakan nyamuk. Mudah-mudahan tidak dimanfaatkan juga oleh nyamuk Aedes aegypti, malaria, dan nyamuk-nyamuk “nakal” lain yang sangat berbahaya. Kondisi ini dirasakan lansung oleh Satuan Pengaman FISIP UR yang terpaksa “mengungsi” ke gelanggang mahasiswa pada malam hari lantaran di Pos biasa banyak sekali nyamuk.
  5. Dan akibat-akibat lain yang tak kalah meresahkan. Keadaan ini harus segera ditangani dan diantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Pihak Dekanat, terutama Bagian Umum dan Perlengkapan seharusnya bertindak responsive dan menyegerakan hal ini.

Mahasiswa juga dituntut untuk turut andil dalam penyelesaian Masalah ini, jangan hanya bias mengocek dan mengejek FISIP UR sebagai kolam pancingan saja karena FISIP UR ini adalah milik kita, tanggung jawab kita bersama. Usaha-usaha yang mendorong pihak dekanat agar bekerja cepat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam hal ini, terutama yang bersifat “Menyampaikan Aspirasi” kepada pihak dekanat, atau turun tangan lansung baik secara individual maupun kelompok sebagai pihak yang dirugikan oleh keadaan ini.

Rekomendasi dari saya adalah agar pihak dekanat sesegera mungkin membangun saluran pembuangan genangan air yang ada di FISIP ini, agar bila hujan datang, banjir tak terulang lagi. Tidak perlu (bila tak maudi katakan “JANGAN”) menunggu proyek pembangunan Gedung Dosen dan Pascasarjana kelar dulu karena itu memakan waktu yang cukup lama, sementara masalah ini saya fikir sangat penting dan mendesak mengingat terciptanya suasana  yang kondusif dalam proses belajar-mengajar ataupun Aktifitas lain di lingkungan FISIP UR ini.

Oleh :Pebrizon-Sekretaris
Komisi A BLM FISIP UR

PEMETAAN BUDAYA MELAYU PESISIR, TRADISI MATA PENCAHARIAN DAN TEPUNG TAWAR


Riau, baik Riau daratan maupun Riau kepulauan, mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang. Berbagai tinggalan budaya masa lampau banyak ditemukan di wilayah provinsi itu. Riau Kepulauan pernah berjaya dengan Kerajaan Riau-Lingga dengan pusatnya di Pulau Penyengat. Tinggalan-tinggalan budaya itu ada yang berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak seperti bangunan masjid, istana, benteng, dan makam raja-raja Riau-Lingga.

Suku Melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.

Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah Suku Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau,Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.

Dalam buku Sejarah Melayu disebut bahwa Melayu adalah nama sungai di Sumatera Selatan yang mengalir disekitar bukit Si Guntang dekat Palembang. Si Guntang merupakan tempat pemunculan pertama tiga orang raja yang datang ke alam Melayu. Mereka adalah asal dari keturunan raja-raja Melayu di Palembang (Singapura, Malaka dan Johor), Minangkabau dan Tanjung Pura. Pada waktu itu sebutan Melayu merujuk pada keturunan sekelompok kecil orang Sumatera pilihan. Seiring dengan berjalannya waktu definisi Melayu berdasarkan ras ini mulai ditinggalkan.

Berdasarkan dari uraian diatas maka kami ingin lebih memperluas kembali suku Melayu khususnya yang berada di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
           

Penjabaran Istilah Melayu


Istilah Melayu berasal dari kata mala (yang berarti mula) dan yu (yang berarti negeri) seperti dinisbahkan kepada kata Ganggayu yang berarti negeri Gangga. Pendapat ini bisa dihubungkan dengan cerita rakyat Melayu yang paling luas dikenal, yaitu cerita SiKelambai atau Sang Kelambai. Cerita ini mengisahkan berbagai negeri, patung, gua, dan ukiran dan sebagainya, yang dihuni atau disentuh oleh Si Kelambai, semuanya akan mendapat keajaiban. Ini memberi petunjuk bahwa negeri yang mula-mula dihuni orang Melayu pada zaman purba itu, telah mempunyai peradaban yang cukup tinggi. 
Kemudian kata melayu atau melayur dalam bahasa Tamil berarti tanah tinggi atau bukit, di samping kata malay yang berarti hujan. Ini bersesuaian dengan negeri-negeri orang Melayu pada awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam Sejarah Melayu, Bukit Siguntang Mahameru.

Pada mulanya, baik Melayu tua maupun Melayu muda sama-sama memegang kepercayaan nenek moyang yang disebut Animisme (semua benda punya roh) dan Dinamisme (semua benda mempunyai semangat).Kepercayaan ini kemudian semakin kental oleh kehadiran ajaran Hindu-Budha. Sebab antara kedua kepercayaan ini hampir tidak ada beda yang mendasar. Keduanya sama-sama berakar pada alam pikiran leluhur, yang kemudian mereka beri muatan mitos, sehingga bermuatan spiritual.

Kehadiran agama Islam ke dalam kehidupan puak Melayu muda, tidak: hanya sebatas menapis adat dan tradisinya, tetapi juga berakibat terhadap bahasa yang mereka pakai. Sebab tentulab suatu hal yang ganjil, jika suatu masyarakat memeluk agama Islam, sedangkan bahasa yang menjadi pendukung potensi budayanya tidak Islami. Karena itu bahasa dan budaya Melayu muda juga mendapat sentuhan dan pengaruh Islam, sehingga hasilnya budaya Melayu menjadi satu di antara lima budaya Islam di dunia ini. Budaya Melayu itu ada disepuh dengan Islam, ada yang mendapat proses islamisasi dan ada pula yang merupakan hasil kreativitas orang Melayu yang Islami. Akibatnya penampilah orang Melayu akan memperlihatkan agamanya (Islam) adat dan resam yang bercitra Islam dan bahasa Melayu yang mengandung lamtan agama Islam. Tentulah atas kenyataan ini orang Cina yang masuk agama Islam disebut oleh kaum kerabatnya masuk Melayu.

Perantau Banjar (Kalimantan) di Inderagiri, juga telah diterima dengan baik oleh kerajaan itu. Akibatnya keturunan mereka juga menjadi bagian masyarakat dan kerajaan.Keturunan Banjar telah diangkat menjadi mufti kerajaan. Seorang di antara mufti kerajaan Inderagiri yang terkenal ialah Tuan Guru Abdurrahman Siddik bin Muhammad Apip, yang telah menjadii mufti dari tahun 1907-1939. Tuan Guru ini meninggal 10 Maret 1939, lalu dimakamkan di Parit Hidayat dekat kota
kecil Sapat, Kuala Inderagiri.

Sejumlah romusha (pekerja paksa oleh Jepang) asal Jawa, juga telah nikah-kawin dengan puak Melayu Kampar di perhentian Marpuyan Pekanbaru.Keturunan mereka telah kehilangan jejak budaya Jawa, lalu tarnpil dengan budaya puak Melayu Kampar.

Adapun perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.

Di Indonesia yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang mempunyai adat istiadat Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa Melayu adalah di wilayah Kepulauan Riau. Tetapi jika kita menilik kepada yang lebih besar untuk kawasan Asia Tenggara, maka ianya terpusat di Semenanjung Malaya.*)

Kemudiannya menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah dilihat daripada tempat asalnya seseorang ataupun dari keturun darahnya saja. Seseorang itu dapat juga disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dan mempunyai adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang datang lama dan bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia beragama Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.

            

Pemetaan budaya Melayu pesisir


Melayu Riau atau Riau Raya adalah wilayah dan masyarakat Melayu yang tinggal diProvinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Mereka menggunakan Bahasa, adat, dan budaya Melayu sehari-harinya. Riau Raya merupakan saujana peradaban Melayu yang luas, kaya, dan indah.

Persebaran Masyarakat Melayu Riau terbagi atas :
Masyarakat Melayu Riau Kepulauan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Kepulauan Riau

Masyarakat Melayu Riau daratan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Riau, terdiri atas Melayu Riau Pesisisr dan Melayu Pedalaman.

Adapun pemetaan budaya melayu pesisir adalah sebagai berikut:

a.   Kabupaten Bengkalis
b.   Kabupaten Rokan Hilir
c.   Kota Dumai
d.   Kabupaten Kepulauan Meranti
e.   Kabupaten Siak
f.   Kabupaten Indragiri Hilir
g.  Sementara Kabupaten Indragiri Hulu juga menggunakan bahasa, budaya, dan adat Melayu yang sama dengan Melayu Riau Pesisir meski wilayahnya berada di pedalaman Riau.
h.   Kota Pekanbaru yang dulunya merupakan bahagian dari provinsi Kerajaan Siak berada ditengah-tengah Provinsi Riau, adat, budaya, dan bahasa yang digunakan merupakan adat melayu Siak yang berkembang pada saat itu.

Tradisi mata pencaharian Orang Melayu Pesisir


Meskipun kita melihat ada perbedaan antara Melayu tua dengan Melayu muda, namun kedua keturunan puak Melayu ini masih mempunyai persamaan kultural. Orang Melayu itu akan selalu menampilkan budaya perairan (maritim). Mereka adalah manusia perairan, bukan manusia pegunungan.Mereka menyukai air, laut, dan suka mendiami daerah aliran sungai, tebing pantai dan rimba belantara yang banyak dilalui oleh sungai-sungai. Sebab itu budaya mereka selalu berkaitan dengan air dan laut, seperti sampan, rakit, perahu, jalur, titian, berenang, dan bermacam perkakas penangkap ikan seperti kail, lukah, hingga jala.

Hasil tangkapan ikan diperoleh para nelayan, baik secara kelompok maupun perorangan dijual secara langsung kepada masyarakat.Jenis ikan yang ditangkap terdiri dari ikan ekor kuning, ikan tenggiri, ikan layang, ikan katamba dan ikan kerapu.Jenis ikan tersebut diperoleh dari kegiatan nelayan.

Alat-alat perikanan

  1. Alat-alat perikanan laut terdiri dari : 
  2. Pukat. Sejenis jarring terbuat dari benang kasar atau tali halus dan disamak dengan tannin. 
  3. Jarring. Jarring ini bermacam-macam jenisnya dan bermacam-macamukuran matanya. 
  4. Jala. Jala ini pun bermacam-macam ukurannya, ada jala rambang denganmata jala satu setengah centimeter, jala tamban dengan mata satucentimeter dan jala udang dengan mata setengah centimeter.
  5. Serampang. Alat penikam ikan dan ada berjenis-jenis, yaitu serampangmata satu, serampang mata dua dan serampang mata tiga. Matanya terbuatdari besi atau kuningan dan gagangnya. 
  6. Tempuling. Hampir sama dengan serampang mata satu tapi matatempuling diberi bertali panjang dan gagangnya dapat dilepaskan.    
  7. Kail = pancing. Jenis pancing ini bermacam-macam. Kail biasa bertali pendek, kail susow bertali panjang dan pada pangkal joran (gagang)dipasang alat penggulung benang.
  8. Tangkul. Sejenis jarring empat persegi yang keempat sudutnya diikatkanpada kayu bersilang dan alat penyangga pada gagangnya.
  9. Belat. Terbuat dari bilah bambu yang dijalin dengan rotan dan dipasangditepi pantai, terutama untuk menangkap udang.Pengerih. Satu unit yang terdiri dari : jala, solong, dan penganak. Terbuatdari bambu dan rotan serta diberi pelampung-pelampung dari kayu.

Alat-alat penangkap ikan di tasik di sungai atau di rawa-rawa adalah :

  1. Jarring, ukuran lebih kecil dari jarring di laut terbuat dari benang.
  2. Anggow, jarring pendek yang diikatkan pada perahu
  3. Langgai, jarring yang diberi atau diikatkan dua batang bambu pada keduasisinya sehingga berbentuk tangguk
  4. Tangguk, sama dengan langgai tapi ukurannya lebih kecil
  5. Luka, terbuat dari bambu atau rotan berbentuk keranjang berbagai ukuran.
  6. Pengilar, hampir sama dengan lukah, tetapi bentuknya cylinder terbuatdari bilah bambu yang dijalin dengan rotan.
  7. Tengkalak, sama dengan pengilar tapi ukurannya lebih besar
  8. Belat, terbuat dari bambu yang dijalin dengan rotan
  9. Kail, sama dengan pancing di laut. Tapi kalau digunakan untukmenangkap ikan senggarat dengan tali pendek.
  10. Rawai, ada dua macam yaitu rawai biasa dan rawai Cina. Terbuat dari talipanjang yang digantungi dengan mata pancing- mata pancing yangberjarak kira-kira satu meter dan diberi ranjau dari bambu yang di rautruncing.
  11. Jala, sama dengan jala dilaut
  12. Tajow, sejenis pancing juga  
  13. Tempuling, sama bentuknya dengan tempuling di laut atau serampangmata satu. Hanya ukurannya jauh lebih kecilTuba, akar kayu yang digunakan untuk meracun ikan.
Dalam usaha penangkapan ikan ini, perahu memegang peranan yang sangat penting, karena hampir semua kegiatan penangkapan ikan harusmenggunakan perahu.Perahu ini berjenis-jenis pula. Di laut biasa digunakansampan dengan layar yang disebut: sampan “balang”, sampan “kolek”. Disungaiperahu-perahu kecil yang disebut “jalow” dan “belukang”.
.                

Tradisi Tepung Tawar


Upacara adat tepuk tepung tawar atau berinai lebai adalah permohonan doa yang disampaikan oleh tokoh-tokoh adat, alim ulama, pemuka masyarakat kehadirat Allah SWT, agar kedua mempelai dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga yang baru saja dibina bakal berkepanjangan, rukun dan damai hingga keakhir hayat.

Tepung Tawar merupakan tradisi dalam masyarakat melayu. Tepung tawar dilakukan dengan cara tersendiri yaitu tepung diaduk kemudian ditungkal dan penawar yang terbuat dari daukn kelapa dicelup pada tepung dan dicapkan pada kening , tangan kiri dan kanan, pusat, kaki kiri dan kaki kanandengan membaca selawat nabi atau doa untuk memohon keselamatan. Upacara tepung tawar ini masih membudaya pada masyarakat melayu.

Tepuk tepung tawar ini dilakukan dalam jumlah yang ganjil oleh kaum Bapak, sementara kepada kaum Ibu tidak diperkenankan.

Ada 3 jenis tepung tawar yang sering digunakan yaitu ramuan rinjisan, ramuan penabur dan pedupaan (perasapan). Masing-masing ketiga jenis tepung tawar tersebut memppunyai cirri dan cara tersendiri. Tepung tawar ramuan rinjisan yaitu dengan cara mangkuk putih (dulu tempurung kelapa puan) berisi
air biasa, segenggam beras putih dan sebuah jeruk purut yang telah diiris-iris. Didalam mangkuk tersebut juga diletakkan sebuah ikatan daun-daunan yang terdiri dari 7 macam daun yaitu : daun kelinjuhang / jenjuang ( tumbuhan berdaun panjang lebar berwarna merah), tangkai pohon pepulut / setawar (tumbuh-tunbuhan  berdaun tebal bercabang), daun gandarus (tumbuhan berdau tipis berbentuk lonjong), daun ribu-ribu (tumbuhan melata berdaun kecil bercangah), daun keududuk / senduduk, daun sedingin, dan pohon sembau dengan akarnya. Ketujuh daun tersebut diikat dengan akar atau benang menjadi satu berkas kecil sebagai rinjisan.

Ramuan penabur, ramuan ini dilkukan dengan cara wadah terletak sepiring beras putih, sepiring beras kuning, sepiring bertih dan sepiring tepung beras. Bahan tersebut mempunyai lambang tersendiri yaitu beras putih merupakan lambang kesuburan, beras kuning melambangkan  kemuliaan dan kesungguhan, bertih melmbangkan perkembangan, bunga rampai merupakan keharuman, tepung beras melmbangkan kebersihan hati. Arti keseluruhan bahan-bahan diatas adalah kebahagian.Pedupaan , upacara ini dilakukan dengan cara kemeyan atau setanggi dibakar yang bias diartikan sebagai pemujaan atau doa kepada yang maha kuasa agar agar permintaan dimaksudkan dapat restu hendaknya. Pedupaan ini sangat jarang dilakukan pada upacara tepuh tawar yang  seringdilakukan sekarang. 
      

Kesimpulan


Perkataan Melayu itu mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri.

Adapun pemetaan budaya melayu pesisir adalah sebagai berikut: Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kota Pekanbaru

Orang Melayu itu akan selalu menampilkan budaya perairan (maritim). Mereka adalah manusia perairan, bukan manusia pegunungan.Mereka menyukai air, laut, dan suka mendiami daerah aliran sungai, tebing pantai dan rimba belantara yang banyak dilalui oleh sungai-sungai. Sebab itu budaya mereka selalu berkaitan dengan air dan laut, seperti sampan, rakit, perahu, jalur, titian, berenang, dan bermacam perkakas penangkap ikan seperti kail, lukah, hingga jala sehingga tradisi mata pencaharian orang Melayu Pesisir pada umumnya adalah sebagai nelayan. Upacara adattepung tawar adalah permohonan doa yang disampaikan oleh tokoh-tokoh adat, alim ulama, pemuka masyarakat kehadirat Allah SWT, agar kedua mempelai dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga yang baru saja dibina bakal berkepanjangan, rukun dan damai hingga keakhir hayat.

Sumber : 


Elmustian Rahman dkk.Riau Tanah Air Kebudayaan Melayu.Muhibah Seni Budaya Melayu Riau :
Melayu Sejati.Departemen Pendidikan Nasional.November 2009

http://id.wikipedia.org/wiki/MelayuRiau. Diakses 12 november 2012



Top