Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

ISLAM DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL

Latar belakang

Pada  dasarnya Indonesia adalah Negara yang kaya raya dan berpotensi sangat besar untuk menjadi Negara maju yang mampu mensejahterakan segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hal ini terbukti dengan kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah, kita punya tanah yang subur, hutan yang lebat, asri dan alami, dan laut yang terbentang luas dari sabang sampai merauke lengkap dengan kekayaannya yang tiada tara.

Namun entah kenapa Negara ini sekarang berkembang menjadi Negara miskin dengan kondisi yang memprihatinkan. Indonesia sekarang adalah Negara dengan rakyat yang menderita busung lapar dimana-mana, anak-anak negri yang kurud kurang gizi dan tak mampu bersekolah, dan perekonomian Negara yang benar-benar memprihatinkan yang terlilit hutang luar negri yang semakin hari semakin mencekik. Bahkan untuk meningkatkan devisa Negara saja pemerintah rela menjual rakyatnya sendiri kepada Negara lain yang dibanggakan oleh pemerintah dengan slogannya “TKI Pahlawan Devisa”. Benar-benar menjatuhkan marwah bangsa Indonesia.

 Kondisi yang memprihatinkan ini mendorong penulis untuk mencoba menyibak sebenarnya dimana kesalahan Indonesia sehingga bisa drop down hingga pada kondisi yang buruk ini.

Untuk itu penulis mencoba memulai dari segi kepemimpinan nasional Indonesia. Karena mengikuti apa yang pemimpin ketahui bahwa pemimpin adalah orang yang menjadikan mereka yang dipimpin menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Nah bila kondisinya saat ini Indonesia berada dalam keterpurukan, terlebih dibidang perekonomian yang berdampak lansung pada maraknya praktek KKN di Indonesia ini lantaran kurang kuatnya moral bangsa untuk menjaga dari perbuatan keji dan mungkar dan godaan untuk melakukan KKN, tetyu saja hipotesa penulis adalah bahwasanya pemimpin bangsa ini telah gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin. Atau dengan kata lain memang sedang terjadi degradasi kepemimpinan nasional di Indonesia ini.

Berangkat dari hipotesa tersebut penulis mencoba menjabarkan analisis tentang kepemimpinan tersebut dalam BAB II pada makalah ini.
  
B.    Kepemimpinan

1.      Pengertian Kepemimpinan

Menurut Charles W. marrified kepemimpinan adalah “Bagaimana menstimuli, memobilisasi, mengarahkan dan mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam suatu usaha bersama.

Menurut Prof. Dr. Sarwono prawiroharjo kepemimpinan adalah tingkah laku untuk mempengaruhi orang lain agar memberikan kerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang menurut pertimbangan mereka adalah perlu dan bermanfaat.

Pada prinsipnya kepemimpinan adalah proses pengaruh mempengaruhi antara dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Dengan demikian maka dalam kepemimpinan harus ada beberapa hal sebagai syarat kepemimpinan yaitu: adanya orang yang mempengaruhi, adanya orang yang dipengaruhi, dan pengaruh yang diberikan.

2.      Tipe kepemimpinan

Dalam kepemimpinan, kita mengenal ada 5 tipe kepemimpinan, yaitu tipe otokratis, tipe militeristik, tipe pathernalistik, tipe karismatik, dan tipe demokratik.

a.       Tipe otokratis.
Kepemimpinan secara otokratis adalah tipe kepemimpinan yang organisasi tersebut adalah miliknya sendiri. Tipe pemimpin yang seperti ini tidak mau menerima kritikan, saran, dan pendapat dan juga ia menganggap bawahannya hanya sebagai alat semata. Akibatnya bawahan sering mengabaikan perintah atau tanggung jawab apabila tidak ada pengawasan lansung.

b.      Tipe kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik adalah tipe kepemimpinan yang dalam menggerakan bawahannya, ia menggunakan system perintah seperti yang biasa digunakan dalam ketentaraan. Gerak-gerik nya selalu tergantung kepada pangkat dan jabatan, senang dengan formalitas yang berlebih-lebihan,  menuntut disiplin keras dan kaku, senang dengan upacara-upacara untuk berbagai keadaan, tidak menerima kritikan dari bawahan, dan sebagainya.

c.       Pathernalistik
Pemimpin tipe ini menganggap bawahannya seperti anak kecil yang belum dewasa dan tak mampu menyelesaikan masalah dan dalam segala hal masih membutuhkan bantuan dan perlindungan. Pemimpin dengan tipe ini jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali memberikan kepada bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif atau tidak berkembang.
Pemimpin tipe ini tidak pernah bertindak keras kepada bawahannya, bahkan hamper dalam segala hal sikapnya baik dan ramah, namun sayang pemimpin tipe ini benar-benar sok tau.

d.      Karismatik
Pemimpin tipe ini mempunyai daya tarik yang amat besar sehingga pengikutnya amat besar pula jumlahnya. Ini disebabkan karena kepercayaan yang penuh terhadap pemimpin yang dicintai, dihormati, disegani, dan dikagumi karena benar-benar peduli kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Pemimpin seperti ini akan membuat orang mengikutinya karena tindakannya, bukan ucapannya.

C.     Tinjauan sejarah dan Kondisi kepemimpinan indonesia saat ini

1.      Tinjauan sejarah kebangsaan Indonesia.
Pada prinsipnya sejarah bangsa Indonesia sejak dilahirkan hingga membentuk Negara diterangkan dalam prembule UUD 1945.

Pada alinea pertama diterangkan bahwa bangsa Indonesia dalam keadaan terjajah, dan penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, sehingga cita-cita bangsa Indonesia pada saat itu adalah untuk mencapai kemerdekaan untuk mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang ber-peri kemanusiaan dan ber-peri keadilan. Dengan kata lain untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang pada masa itu dalam kondisi terjajah, termiskinkan dan terbodohkan.

Alinea kedua dari prembule UUD 1945 tersebut menerangkan tentang perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan Indonesia yang dimulai sejak “bangkitnya orang Indonesia asli” pada tahun 1908 M untuk bersatu melawan penjajah, lahirnya bangsa Indonesia pada 28 oktober 1928 M melalui kongres pemuda II (sumpah pemuda poin ke 2), ditetapkannya pancasila sebagai dasar Indonesia merdeka pada tanggal 1 juni 1945, dan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 M. Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 digambarkan dalam prembule tersebut sebagai pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia karena secara de facto dan de jure Negara Indonesia belum terbentuk pada tanggal 17 agustus 1945 tersebut.
Sesuai firman Allah.swt pada QS: Al-Hujarat: 13

"(13). Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."

Maka Alinea ke tiga dari prembule menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 adalah merupakan rahmat Allah swt yang didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas.

Alinea keempat dari pembukaan itu menjelaskan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 18 agustus 1945 M melalui sidang PPKI.  Sesuai syarat berdirinya Negara yaitu adanya wilayah (telah terpenuhi pada tanggal 28 oktober 1928 melalui sumpah pemuda poin 1), adanya rakyat yang bersatu (telah terpenuhi pada tanggal 28 oktober 1928 melalui sumpah pemuda poin 2) dan pemerintahan yang berdaulat (baru ada sejak 18 agustus 1945) maka NKRI secara resmi ada sejak tanggal 18 agustus 1945 dengan ditetapkannya Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden (kepala pemerintahan yang berdaulat) RI. Negara yang didirikan ini bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social, atau dalam bahasa lain; mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. Negara tersebut tersusun dalam suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia yang berbentuk republic dan berdasar PANCASILA.

2.      Tinjauan sejarah dan Kondisi  Kepemimpinan Nasional saat ini.
Bicara masalah kepemimpinan nasional tentu tidak hanya berbicara tentang presiden saja, melainkan beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama lain yaitu; Konstitusi, lembaga tertinggi Negara (masa orde lama dan orde baru) lembaga tinggi negara, dan pemerintahan daerah.
-          Konstitusi
Sejarah konstitusi di Indonesia dimulai sejak tanggal 18 agustus 1945 dengan ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis NKRI, kemudian diganti dengan UUD RIS 1949, lalu berganti lagi dengan UUD Sementara 1950, dan kembali ke UUD 1945. Yang kini berlaku itu juga telah mengalami amandemen kalau tidak mau dikatakan UUD 2002. Perubahan ini diakibatkan oleh situasi dan kondisi di Indonesia yang tidak stabil dikarenakan berbagai konflik.
Ada tiga krisis yang melibatkan UUD di Indonesia. Pertama pada November 1945 sistem pemerintahan presidensial diubah menjadi system parlementer dengan diangkatnya sutan sahrir sebagai perdana mentri. Kedua juli 1959 kembali ke UUD 1945, dan yang ketiga adalah amandemen yang banyak mengubah system kenegaraan pada 1999-2002.
UUD 1945 yang dinilai terlalu supel sehingga membuat eksekutif menjadi terlalu otoriter menyebabkan UUD ini diamandemen sejak tahun 1999-2002. Namun hasil amandemen menjadi sangat kontroversial karena dinilai parsial dan berdasar kepada kepentingan sesaat saja.
Kesalahan mendasar pada UUD 1945 (yang asli) sebenarnya terletak pada pasal 2 ayat 1 yang mengkoptasi atau bertentangan dengan pasal 1 ayat 2 yang mengakibatkan penurunan derajat Majelis permusyawaratan rakyat dari lembaga tertinggi Negara yang memegang kedaulatan rakyat menjadi disejajarkan dengan Lembaga tinggi Negara lainnya. Parsialnya amandemen 2002 tidak mengubah kesalahan tersebut, malah memperkeruh dengan menyusun UUD untuk menyesuaikan dengan kesalahan yang ada, bukannya memperbaiki kesalahan tersebut.
-          Lembaga tertinggi Negara.
Lembaga tertinggi Negara disini maksudnya adalah MPR sebelum reformasi yang memegang kedaulatan rakyat berdasarkan UUD 1945 (yang asli) pasal 1 ayat 2.
Dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum dihapuskan dalam amandemen) diterangkan bahwa MPR adalah suatu badan yang memegang kedaulatan rakyat. MPR merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (vertresorgan des willens des staatsvolkes). Dengan kata lain MPR adalah lembaga bangsa, dengan lembaga Negara (Eksekutif, legislative, yudikatif) bertanggung jawab kepadanya karena Negara dinilai hanyalah suatu alat untuk mencapai tujuan bangsa. Sehingga MPR adalah lembaga yang menentukan dasar Negara (UUD) tujuan negara (GBHN) dan penyelenggara negara (presiden dan wakil presiden). Dengan kata lain MPR (lembaga bangsa) menentukan Negara secara keseluruhan dalam upaya mencapai tujuan bangsa. Presiden bertanggung jawab kepada MPR yang merupakan perwujudan bangsa dan memegang kedaulatan rakyat. Presiden tidak neben (setara) dengan MPR tetapi untergeordnet (dibawah) MPR.
Namun hal diatas kontradiksi dengan pasal 2 ayat 1 dalam UUD yang sama yang mengatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan UU. Sehingga MPR yang harusnya meentukan lembaga Negara (Eksekutif, Legislatif, yudikatif) sesuai pasai 1 ayat 2 tersebut menjadi berbalik arah (kooptasi) karena baru bisa terbentuk setelah DPR terbentuk. Artinya DPR/Legislatif (lembaga Negara) yang menentukan (pembentukan) MPR. Hal ini mengakibatkan rancunya system hukum di Indonesia dan membuat Presiden menjadi lebih tinggi/berkuasa daripada MPR, terbukti pada masa kepresidenan Soeharto. Dimana soeharto sebagai DP GOLKAR yang merupakan perwujudan Utusan golongan dan Daerah menjadi sangat berkuasa karena GOLKAR sangat Dominan baik di DPR (GOLKAR juga partai politik peserta pemilu) maupun MPR (sebagian besar anggota MPR adalah utusan daerah dan golongan atau GOLKAR).
Hasil amandemen UUD pada tahun 2002 telah menghilangkan status MPR sebagai lembaga yang memegang kedaulatan rakyat dan menurunkan status MPR menjadi lembaga legislative sejajar dengan lembaga tinggi Negara lain membuat rakyat kehilangan wadah untuk menentukan dasar Negara (UUD), menentukan tujuan Negara (GBHN), penyelenggara Negara dipilih lansung oleh rakyat dengan system pemilu (voting) sehingga hikmat dan kebijaksanaan rakyat dalam permusyawaratan/perwakilan menjadi tidak berarti (suara ustad sama dengan suara pelacur, suara orang yang berpendidikan tinggi yang berfikir sistematis objektif rasional, kritis sama dengan suara orang bodoh yang tak tau apa-apa) Kedaulatan rakyat menjadi dipertanyakan.
-          Lembaga tinggi Negara
  •   Eksekutif (Presiden dan jajarannya).
Sejak Indonesia merdeka sedikitnya telah terjadi penggantian presiden sebanyak enam kali. Diawali denganmasa kepemimpinan soekarno, soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid Megawati Soekarno Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Dimana setiap kepemimpinan dari setiap presiden mengalami konflik yang tentunya berbeda pula.
Ir. Soekarno adalah sosok pemimpin kharismatik yang dicintai rakyatnya dengan berbagai gelar kebesaran yang dilekatkan padanya diantaranya pemimpin besar revolusi dan penyambung lidah rakyat. Kesalahan terbesar soekarno dalam masa kepemimpinannya adalah membiarkan bahkan memelihara Komunisme tumbuh dan berkembang di NKRI. Slogan NASAKOM nya menyuburkan perkembangan Komunis di Indonesia yang pada akhirnya mengancam integrasi nasional dengan meletusnya G30S/PKI atau yang disebut GESTOK oleh bungkarno dalam laporan pertanggung jawabannya kepada MPRS tertanggal 10 Januari 1967.
Soeharto menjadi presiden kedua Republik Indonesia menggantikan Ir.Soekarno. pada awalnya tampil sebagai tokoh pahlawan yang menumpas G30S/PKI membuat rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepadanya. Soekarno berhasil memajukan sector pembangunan dengan program Pelita dan Repelita-nya. Seiring dengan kesuksesan tersebut juga semakin besarnya peran presiden, secara lambat laun terjadi pemusatan kekuasaan ditangan presiden, perlunya menjaga kestabilan politik, pembangunan nasional, dan integrasi nasional telah digunakan sebagai alat pembenaran bagi pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan politik, termasuk yang bertentangn dengan demokrasi. Keberhasilan pemerintah soekarno untuk menjadikan Indonesia swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an dan pembangunan ekonomi setelah itu ternyata tidak diikuti dengan kemampuan untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh anggota keluarga, dan krooni para penguasa. Tidak ada satu lembagapun yang dapat menjadi pengawas presiden dan mencegahnya dalam penyalah-gunaan kekuasaan (abuse of power) hingga masa lengsernya pada 1998.
Presiden Habibie yang dilantik sebagai presiden untuk menggantikan soeharto dianggap sebagai presiden yang akan memulai langkah-langkah demokratisasi sehingga hal pertama  yang dilakukan habibie adalah mempersiapkan PEMILU.
Semenjak dilakukannya amandemen terhadap UUD 1999-2002 telah terjadi tiga kali pergantian presiden yang nyatanya tidak banyak menghasilkan perubahan yang berarti dari kondisi yang telah terlanjur meng-galau-kan sebagai dampak kesalahan orde baru.
Diantara dampak yang masih dirasakan sampai sekarang adalah budaya Korupsi (KKN) yang masih berkembang dan mengakar sehingga belum bisa dicabut sampai saat ini, pembentukan KPK sebagai komisi yang bertugas memberantas korupsi dinilai kurang memadai karena gerak KPK pun telah dipersempit, terutama dengan kasus cicak Vsbuaya jilid Dua yang belum tuntas sampai sekarang.
  •  Legislatif (DPR)
Dalam tinjauan sejarah Indonesia telah mengenal tujuh belas badan legislative yaitu; Volksraad (1918-1942),  KNIP (1945-1949), DPR dan senat RIS (1949-1950),  DPRS (1950-1956), DPR hasil pemilu 1955 (1956-1959) yang kemudian diganti dengan DPR peralihan (1959-1960), DPR GR-demokrasi terpimpin (1960-1966), DPR GR-demokrasi pancasila (1966-1971) dan DPR hasil pemilihan umum (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009).
Pada dasarnya lembaga legislative di Indonesia menjalankan fungsi legislasi atau pembuatan undang-undang dan mengontrol eksekutif. Namun seiring perkembangan zaman terjadi pergeseran intensitas fungsi lembaga legislative ini.
Anggota DPR yang mewakili rakyat melalui partai politik atau perwakilan politik (political representation), sehingga perwakilan yang berdasarkan kesatuan-kesatuan politik semata-mata berpotensi mengabaikan berbagai kepentingan dan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
Belakangan juga MPR disejajarkan dengan DPR sebagai lembaga Legislatif yang tugasnya hanya bersifat ceremonial saja membuat system kepemimpinan/perwakilan dalam bidang legislasi semakin tidak jelas saja. 
-          Pemerintah daerah
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia menganut system pemerintahan yang bersifat sentralistis. System pemerintahan ini tidak mendorong integrasi karena sentralisasi birokrasi yang dijalankan oleh cabinet-kabinet sejak tahun 1950-an telah menumbuhkan kegusaran dibanyak daerah diluar jawa. Apa yang dilakukan pemerintah sejauh menyangkut system pemerintahan ialah “memusatkan perhatian pada normalisasi, pemulihan situasi yang aman, dan penumbuhan suatu pemerintah yang kuat, bersatu dan efisien”
Pemerintah pusat selalu mengendalikan daerah-daerah dengan jalan menempatkan orang-orangnya sendiri di provinsi-provinsi. Dapat diperkirakan bagaimana tindakan pemerintah ini mengancam kepentingan-kepentingan likal, dan ini sering diperlihatkan secara terbuka dari waktu kewaktu. Banyak pemimpin daerah tercampak dari struktur kekuasaan setempat, sehingga kepentingan daerah pun terabaikan pula.
Keadaan ini diperparah oleh rezim orde baru yang rakus. Seperti kita ketahui bahwa pada masa rezim ini, praktek KKN seperti jamur dimusim hujan. Mengutip Leo Agustino[1][1] Soeharto tidak menguras habis kekayaan Indonesia seorang diri, tetapi beliau membagi-bagikan konsesi sumberndaya kepada kolega, klien, dan kroninya. Bahkanbeliau sengaja membentukbanyak kelompok Local strongman yang juga mendapatkan keuntungan dari loyalitas mereka.
Hal ini semakin mendorong keinginan masyarakat local untuk mewujudkan apa yang disebut dengan otonomi daerah di daerahnya. Salah satu harapan utama adalah terlaksananya tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan daerah lebih baik yang sesuai dengan keadaan setempat dan kepentingan rakyat di daerah bersangkutan. Otonomi memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mempertimbangkan lebih banyak kondisi setempat sehingga tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dapat lebih berhasil, yang berarti dapat lebih memuaskan rakyat.
Ketika krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997 dan berujung pada kejatuhan Soeharto, rakyat Indonesia bernafas lega karena percaya bahwa perubahan ke arah yang lebih baik telah terbuka. Harapan tergesarnya kekuasaan dictator-represif  oleh rezim reformasi dan membersihkan Indonesia dari aktifitas ekonomi-politik oligarki elit ternyata tidak berlaku. Local strongman selaku krooni Soeharto di daerah, kini telah menjelma menjadi penguasa baru menggantikan peranan rezim orde baru di aras local dengan menggunakan cara-cara lama ketika mereka mencengkeram daerah.

Dari bahasan diatas dapat disimpulak bahwa saat ini di Indonesia memang sedang terjadi degradasi kepemimpinan yang tidah hanya disebabkan oleh kesalahn hukum dan undang-undang dasar saja. melainkan memang ada sesuatu yang lebih dari itu, yaitu degradasi moral dari generasi penerus bangsa yang pada gilirannya memimpin dengan moral yang semakin tipis saja. padahal dalam bahasan sebelumnya dijelaskan bahwa moral seorang pemimpin menentukan etika dalam lingkungan atau mereka yang dipimpin. Lalu bagaimana mungkin seorang pemimpin menerapkan moral sedang dianya tidak bermoral?

D.    Sistem Kepemimpinan ideal bangsa indonesia.
Berbicara masalah format kepemimpinan nasional tentu saja tidak terlepas dari system politik yang dianut oleh suatu Negara dimana badan-badan politik maupun badan-badan pemerintah yang mempunyai wewenang untuk membuat peraturan-peraturan  yang tercermin dalam konstitusi Negara tersebut, begitu juga dengan Indonesia.
Kesalahan-kesalahan dalam perumusan UUD terbukti mempengaruhi gaya kepemimpinan nasional Indonesia seperti ditetapkannya Soekarno sebagai presiden seumur hidup Oleh MPR-S dan kediktatoran rezim orde baru. Begitu juga pada masa reformasi seperti pemberhentian presiden Abdurrahman Wahid ditengah masa jabatannya yang digantikan oleh Megawati Soekarno Putri. Dan lain-lain.
Perubahan era orde baru ke era reformasi lebih dikenal dengan era euforia kebebasan atau euphoria demokrasi yang menjalankan amandemen tanpa konsep dasar, dan tujuan yang jelas. Oleh karena itu tidak mengherankan bila amandemen yang terjadi dikenal hasilnya bersifat tanbal sulam. Arah pembangunan nasional menjadi tidak jelas dengan dihapuskannya GBHN oleh amandemen tersebut.
Amandemen UUD tahun 2002 juga menyebankan Indonesia semakin liberal karena terlalu banyak mengadopsi system yang diterapkan di USA (amerika serikat) tanpa memperhatikan factor objektif Indonesia yang jelas-jelas berbeda dengan Indonesia yaitu factor Historis atau sejarah kelahiran dan perkembangan bangsa, faktor demografis atau keadaam rakyat, dan factor geografi yang berkaitan dengan bentuk wilayah tertentu yang menjadi dasar kelahiran sebuah Negara.
Proses adopsi inovasi yang datang dari luar (AS) merupakan pengaruh dari pemahaman modernisasi klasik yang mengatakan bahwa suatu Negara berkembang akan maju bila mengikuti seluruh aspek kehidupan di Negara maju termasuk ideology dan budaya nya yang tertuang dalam UUD suatu Negara. Pemahaman seperti ini pada hakikatnya bukanlah menjadikan Negara berkembang menjadi lebih maju (modern) namun menjadikannya sebagai Negara barat (westernisasi). Pada kenyataannya Negara berkembang akan menjadi lebih mundur apabila Negara berkembang tersebut keluar dari nilai budaya dan agama (demografi) yang dianutnya.
Karena peranan UUD yang begitu besar dalam system kepemimpinan nasional, maka sangat keliru kiranya bila membiarkan kenyataan tentang UUD ini begitu saja dan semakin merusak bangsa dan Negara Indonesia dari dalam. Maka sudah saatnya untuk kembali kepada UUD 1945 yang asli (restorasi) dan mengamandemen pasal 2 ayat 1 seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya.
Maka dengan demikian diharapkan MPR pemegang kedaulatan rakyat dapat dikembalikan kepada kedudukan semula dengan komposisi yang berbeda. Yaitu benar-benar mewakili rakyat hingga kepada individu-individu rakyat Indonesia ini. Komposisi yang tidak lagi terdiri dari DPR ditambah Utusan daerah dan golongan (GOLKAR) atau DPD dalam bahasa masa kini.
MPR sebagai lembaga bangsa diharapkan beranggotakan delegasi dari wilayah yang dipilih dalam majelis permusyawaratan ditingkat wilayah, anggota majelis permusyawaratan di wilayah pun beranggotakan delegasi atau perwakilan dari majelis di tingkat kabupaten, seterusnya kecamatan dan desa dan keluarga hingga pada individu itu sendiri. Dengan kata lain MPR benar-benar melembaga hingga kepada setiap individu yang ada di negeri ini dengan membentuk MPR di tingkat dati I, dati II, kecamatan, hingga ke desa yang beranggotakan perwakilan keluarga. Dengan demikian rakyat Indonesia benar-benar berdaulat dengan kepemimpinan rakyat dalam hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan seperti yang dihendaki pancasila sila ke empat.
Hal ini sesuai dengan firman Allah.Swt QS: As-syuraa;38
  
"38. dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka."

Dalam bentuk ini akan lebih mudah mencapai consensus dalam permusyawaratan karena setiap delegasi mewakili daerahnya yang masih homogen dengan memperkecil dampak pluralitas seperti yang terjadi pada  MPR yang terpusat seperti sekarang dan sebelumnya yang tidak memperhatikan kelompok-kelompok sosial (masyarakat) yang masih homogen dalam tataran daerah yang lebih kecil.
System politik di Indonesia tidak sepenuhnya seperti yang digambarkan oleh Grabiel A. Almond, karena seluruh system baik input, proses maupun output adalah dilakukan oleh MPR. Negara atau badan-badan politik maupun badan-badan pemerintah yang mempunyai wewenang untuk membuat peraturan-peraturan hanyalah bersifat administrative belaka untuk mencapai tujuan MPR yang kesemuanya (pada prinsipnya) bertanggung jawab kepada MPR sebagai perwujudan Bangsa dan kedaulatan rakyat. Hal ini menunjukan bahwa pemimpin nasional sesungguhnya adalah anggota MPR yang merupakan terjemahan dari pancasila ke 4; Kerakyatan yang dipimpin (pemimpin rakyat) oleh hikmat kebijak sanaan dalam permusyawaratan/perwakilan  (MPR/paripurna) yang kemudian dalam peng-implementasi-annya dilakukan dalam bentuk Negara (trias politika dalam artian pembagian kekuasaan).
Kemudian Negara yang menjalankan usaha-usaha untuk mencapai tujuan bangsa tersebut dipimpin oleh seorang presiden yang menjalankan fungsi eksekutif, DPR yang menjalankan fungsi legislative dan dibentuk MA sebagai lembaga yudicial review dan civil low bagi rakyat yang yang melanggar undang-undang dan kebijakan yang telah ditatapkan bersama melalui perwakilan dalam mencapai tujuan bersama.

E.    Karakteristik Pemimpin nasional Indonesia yang ideal dalam perspektif islam.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Setiap kamu adalah pengembala (Pemimpin) dan setiap pengembala akan diminta pertanggung jawabannya dikemudian hari. (HR.Bukhori Muslim)"
Secara filoshofis, pemimpin yang oleh nabi SAW dianalogikan pengembala(ra in), tentu saja bertujuan untuk menjadikan gembalaannya lebih baik lagi sehingga pemimpin berfungsi sebagai pelayan, pembimbing, panutan dan sekaligus penuntun.
Sebagai pelayan, pemimpin adalah abdi yang senantiasa mendahulukan hak-hak dan kepentingan rakyatnya dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri. Seperti yang diterangkan oleh Allah.Swt dalam QS: Al-Baqarah;207

"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."

Yang ada dipundaknya adalah tanggung jawab sebagai pemikul amanah terhadap gembalaannya. Inilah yang membedakan antara pemimpin dengan penguasa (said/ra is) yang lebih berarti sebagai kepala dan atau tuan yang lebih berorientasi kepada dunia kepejabatan, bos, dan pihak yang lebih banyak menuntut ketimbang dituntut. Ia sadar bahwa kepemimpinannya adalah ujian dari Allah.Swt
Hal ini diterangkan Allah.Swt dalam QS: Al-An’am;165
 
"dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Seorang pemimpin adalah mereka yang mampu berbuat adil dan selalu bertakwa kepada Allah. Penekanannya kepada menjadikan masyarakat yang berkeadilan social, demokratis dan tetap berdasarkan akhlak mulia, sampai insan kamil yang terbentuk secara individual. Swt sebagaimana firmannya dalam QS: Al-Maidah;8
 
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Semua dilakukan dalam rangka menjalankan amanahnya yang telah memilih sebagai pemimpin untuk memberikan yang terbaik dalam meraih cintaNya, bukan meraih yang lain dan merlupakan ridho Nya. Seperti yang diterangkan Allah.Swt dalam QS: Al-Lail;19-21

"(19). Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, (20). tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. (21). dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan."

Misi yang dicita-citakan tetap saja konsisten dengan hakikat islam, yaitu menyelamatkan umat dan membawa rahmat kepada alam dalam tatanan yang diridhoi allah Swt dalam kerangka mewujudkan insan kamil.
Kriteria pemimpin yang baik dipilih berdasarkan factor kefasihan, ilmu, integritas, dan kesehatan. Factor sekundernya adalah usia. Kesemua factor tersebut dapat dilihat denga lebih baik melalui musyawarah mufakat. (QS: As-syuraa;38)

"38. dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka."

Secara sosiopsikologis pemimpin haruslah bermoral dan bemental (akhlak) terpuji. Kepemimpinan dalam tinjauan sosiologinya biasanya tidak berdiri sendiri, kepemimpinan adalah bagian dan sekaligus cerminan dari system sosial budaya, atau dengan kata lain kepemimpinan adalah perihal penerapan moral terhadap etika di lingkungan dan pemimpin adalah orang yang menerapkan moralnya terhadap etika dilingkungannya. inilah yang pertama-tama menentukan dan memberi warna kepada corak kepemimpinan yang berlaku. Keberadaannya dapat diterima oleh pengikutnya secara umum. Ia juga figure yang mengemban secara baik nilai-nilai leluhur yang dianit oleh pengikutnya yaitu agama dan budaya. 
Seorang pemimpin menurut rasul([2][2]) pemikirannya harus cemerlang, Karena abad mendatang persaingan IPTEK begitu tingginya. Pilihan terhadap pemimpin nasional yang berwawasan IPTEK adalah pilihan yang harus dilakukannya.
Pengetahuan adalah suatu kekuatan pencipta dalam bentuk; pengetahuan dan kekuatan berkaitan amat erat dimana besaran pengetahuan dapat berbanding lurus dengan besaran kekuatan karena orang yang berilmu diangkat derajatnya oleh Allah.Swt.
Bahwasanya orang yang beriman dan berilmu diangkat drajatnya oleh Allah.Swt Seperti yang diterangkan dalam QS: Al-mujadalah;11

"11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Seorang pemimpin islam selalu menyadari bahwa Demokrasi, politik, dan Negara hanya alat untuk mencapai kemaslahatan bersama. Maka tinggal bagaimana mengaplikasikan kepemimpinan islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karakteristik pemimpin bangsa itu haruslah orang-orang yang Beriman dan berakhlak mulia sehingga memiliki integritas yang kokoh yang dalam pancasila disebut sebagai “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berperikemanusiaan/hati nurani sesuai dengan fitrahnya yang selalu berpihak kepada kebenaran (Hanif) atau “Kemanusiaan yang adil dan Beradab”, Menjunjung tinggi persatuan Mengingat bangsa Indonesia yang multicultural atau “Persatuan Indonesia”. Gemar bermusyawarah dan berilmu pengetahuan luas/hikmat yang tercermin dari sikapnya yang bijaksana atau “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Adil atau mampu meletakan sesuatu pada tempatnya, dan selalu memposisikan kepentingan rakyatnya diatas kepentingan pribadi dan kelompoknya. Atau “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”
Hal seperti inilah yang diinginkan oleh fonding father kita sewaktu mendirikan NKRI ini dahulu. Terbukti dengan dirumuskannya Pancasila sebagai falsafah bangsa sekaligus yang mendasari kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945 silam.

 
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kesalahan pasal 2 ayat 1 UUD 1945 (yang asli) membuka pintu gerbang demokrasi liberal kedalam tata system politik di Indonesia sehingga bangsa Indonesia cenderung mengadopsi inovasi yang datang dari Negara demokrasi barat (terutama Amerika/USA) menyebabkan rakyat Indonesia kehilangan kedaulatannya terhadap Negara.
Dalam format ideal kepemimpinan nasional, Pemimpin bagsa ini seharusnya adalah mereka yang duduk di MPR sebagai majelis permusyawaratan pemimpin rakyat yang mewakili rakyatnya dalam membangun strategi untuk mencapai tujuan bangsa itu sendiri, yaitu mengangkat harkat dan martabat hidup bangsa Indonesia.
 MPR adalah Negara itu sendiri, MPR adalah lembaga yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan bangsa dengan Negara (trias politika dalam artian pembagian kekuasaan) hanyalah bersifat administrative belaka yang menjalankan fungsi MPR dalam keseharian dan bertanggung jawab kepada MPR.
Ternyata karakteristik pemimpin ideal untuk Indonesia berdasarkan perspektif islam telah dirumuskan oleh para fonding father negeri ini dalam bentuk Pancasila.

B.       Rekomendasi.
Agar para penguasa pemerintah saat ini segera melakukan restorasi terhadap UUD 1945 dan mengamandemen pasal 2 ayat 1.
MPR sebagai lembaga yang memegang kedaulatan rakyat, agar dikembalikan ke kedudukan semula dengan komposisi perwakilan secara structural dan fungsional, bukan perwakilan politik belaka.
Agar proses pemilihan pemimpin nasional dilakukan secara musyawarah mufakat dalam majelis perwakilan seperti MPR (bukan oleh DPR/DPRD)





DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo,Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik.  jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008

Haryanto. Sistem Politik Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. 1982

Koto,Alaiddin. Islam Dan Kepemimpinan Di Indonesia. Jakarta: Mazhab Ciputat. 2009

Hartono, Dimyati. Problematik & Solusi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.2009

Awaluddin, dan Basri. Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum Untuk Pengembangan Kepribadian. Pekanbaru: PUSBANGDIK UR. 2010

Koto Alaiddin. Pemimpin Berhati Rakyat. Pekanbaru: Riau Mandiri Press. 2004

Umar, Muhammad. Revolusi Politik Kaum Muda. Jakarta. Yayasan obor Indonesia. 2008

Lutfi, Amir dan Elviriadi. Kebangkitan Generasi Baru Asia Tenggara. Pekanbaru: Suska Press

Koto, Alaidin. Sebelum Semua Menjadi Terlambat; aktualisasi nilai-nilai islam dalam mengatasi persoalan bangsa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010

Agustino, Leo. Sisi Gelap Otonomi Daerah. Widya Padjadjaran. 2011

_____. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau Pekanbaru; Natuna: Pembangunan dan Otonomi Daerah. Pekanbaru: FISIPOL UNRI. 1996

_____.Hasil-Hasil Kongres HMI XVII. Malang: HMI. 2010





[1][1] ) dalam bukunya “Sisi Gelap Otonomi Daerah”.
[2][2]) Dalam Alaiddin koto “Islam dan kepemimpinan di Indonesia edisi revisi 2011”.


*Adaptasi Makalah Intermediate Training (LK2) HMI cabang Pekanbaru 10 Muharram 1434 H / 24 November 2012

Top