Slider[Style1]

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5


Organisasi memiliki tujuan tertentu dan memiliki sifat untuk selalu dapat memenuhi tujuan tersebut.Usaha untuk melakukan hal ini adalah dengan melakukan kekuasan.

Riker berpendapat bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh. Selanjutnya Clegg memandang kekuasaan bukan tentang konsep maupun definisinya melainkan pada kenyataan mendasar mengenai apakah kekuasaan didistribusikan secara luas atau hanya milik kalangan tertentu saja,apakah kekuasaan disengaja atau tidak disengaja,apakah kekuasaan hanya berkisar pada masalah pengambilan keputusan atau bukan hanya pada hal pengambilan keputusan,apakah tidak mengambil keputusan adalah sebuah tindakan atau bukan,apakah kekuasaan kemampuan untuk bertindak atau pelaksanaan tindakan. Mintzberg melihat kekuasaan tidak pada hal-hal seperti diatas melainkan kepada siapa yang memperoleh kekuasaan,kapan kekuasaan diperoleh,bagaimana memperolehnya,mengapa orang  memperoleh kekuasaan. Boulding1989,mengemukakan gagasan bahwa kekuasaan itu,dlam arti luas,sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan.

Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi,ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang diinginkannya dan bagaimana pada pemberi andil dalam organisasi memperoleh yang mereka inginkan.Dalam hal ini,kekuasaan dipandang sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi,memberi perintah,dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.

Konsep Kekuasaan dan Organisasi

Gagasan tradisional tentang kekuasaan memfokuskan pada individu dan pelaksanaan kekuasaannya.French dan Raven mendasarkan kekuasaan A terhadap B pada lima jenis kekuasaan yaitu:

  1. Kekuasaan memberi ganjaran,(Reward Power),dapatkah A memberikan ganjaran yang dapat dirasakan oleh B.
  2. Kekuasaan yang memaksa,(Coersive Power),dapatkah A memberikan sesuatu hukuman yang dianggap hukuman oleh B.
  3. Kekuasaan yang sah,(Legitimate Power),Apakah B percaya bahwa A memiliki hak untuk mempengaruhi B dan B harus menerimanya,mungkin penerimaan terhadap struktur sosial atau nilai-nilai budaya.
  4. Kekuasaan referen,(Referent Power), Apakah B mengenal A, apakah B ingin seperti A, apakah B memiliki keinginan merasakan satu kesatuan dengan A.
  5. kekuasaan ahli,(Expert Power),Apakah B percaya bahwa A memiliki pengetahuan atau keahlian khusus yang berguna atau diperlukan untuk kebaikan atau untuk memenuhi harapan B.
Organisasi dan kekuasaan hendaknya memiliki interaksi yang sangat erat. Sama halnya dengan struktur organisasi,kekuasaan tidak dapat mempertahankan dirinya tanpa orang-orang yang mengesahkan dirinya melalui perilaku,sementara itu orang di dalam organisasi melakukan usaha untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan sebuah kekuasaan.

Jadi dapat dikatakan bahwa dalam dinamika organisasi,kekuasaan sangat diperlukan. Boulding menemukan ada 3 jenis kekuasaan dalam mempertahankan organisasi yaitu:

  1. Kekuasaan bersifat menghancurkan,menghasilkan,dan menyatukan.Kekuasaan destruktif adalah kekuasaan untuk potensi menghancurkan dan mengancam.
  2. Kekuasaan produktif atau menghasilkan bersifat ekonomik dan meliputi kekuasaan untuk menghasilkan dan menjual.
  3. Kekuasaan integrative berarti mendorong kesetiaan,menyatukan orang bersama dan mampu menggerakan orang ke arah tujuan bersama.Menurut Boulding kekuasaan integratif adalah bentuk kekuasaan yang paling dominan.

Komunikasi dipakai untuk maksud tertentu seperti memberi instruksi, membujuk atau memperoleh kekuasaan.

Komunikasi dipandang sebagai mekanisme kekuasaan,dalam konteks organisasi komunikasi digunakan untuk menentukan tujuan, norma dan perilaku organisasi. organisasi dapat dipandang sebagai suatu sarana kekuasaan. Manusia memiliki kekuasaan,melaksanakannya melalui komunikasi dan menciptakan tindakan yang terorganisir.

Komunikasi juga dipandang sebagai kekuasaan karena kemampuannya untuk menentukan hasil, pengetahuan, keyakinan, dan tindakan. Manusia bertindak berdasarkan informasi yang ada serta pilihan atau alternatif yang disediakan oleh informasi tersebut. Kekuasaan digunakan melalui alternatif yang disediakan dan cara alternatif tersebut diberikan. Sebagai contoh misalnya organisasi memberikan kesempatan anggotanya membuat keputusan tetapi tidak bebas samasekali melainkan memberikan pedoman atau kriteria yang harus dipenuhi dalam setiap pengambilan keputusan tersebut.

Kekuasaan,Komunikasi dan Pemberdayaan

Bagian penting pemberdayaan adalah pengenalan kondisi-kondisi yang membangkitkan perasaan tidak berdaya. Dalam organisasi, manusia merasa tidak berdaya bila mereka tidak memiliki akses kepada informasi yang mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan mereka.

Konsep pemberian kekuasaan atau pemberdayaan (empowerment) memiliki beberapa dimensi. Conger dan Kanungo menyatakan bahwa pemberdayaan dapat ditinjau dari arti relasional dan motivasional. Aspek relasional menegaskan kepada masalah pembagian kekuasaan antara manager dan bawahan.Ada usaha untuk melonggarkan hirarki dan menekankan pemecahan masalah bersama-sama. Aspek motivasional merujuk pada kebutuhan hakiki pada suatu keyakinan dan kemampuan pribadi. Melalui teknik ini, pegawai merasa memiliki kekuasaan. Jadi memberdayakan dalam arti motivasional di sini adalah mempercayai kemampuan setiap orang yang mencakup kebutuhan dan hak setiap orang untuk merasakan bahwa dirinya mampu berprestasi dan efektif.Untuk hal seperti ini ada risikonya yaitu kesalahan mungkin saja terjadi tetapi apabila mereka mampu mengatasi perasaan percaya atas kemampuan dirinya akan semakin kuat.

Diberdayakan dalam organisasi berarti mengetahui argumentasi yang diterima serta cara-cara yang diterima untuk menggunakanya. Dalam hal ini,berarti kita tidak dapat lepas dari praktek komunikasi dalam organisasi

Dalam organisasi manusia akan merasa tidak berdaya apabila mereka tidak memiliki akses terhadap informasi yang mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan mereka. Ambiguitas peranan,harapan terhadap peranan yang berlebihan serta konflik juga merupakan faktor konstektual yang dapat menciptakan ketidakberdayaan.

Oleh karena itu pemberdayaan adalah memberikan kesempatan pada pegawai yang memungkinkan pegawai menggunakan kemampuanya,disamping itu iklim komunikasi yang aman,terbuka dan masuk akal harus diciptakan.Kondisi yang memungkinkan manusia mengetahui peran mereka apakah pentingnya peranan tersebut bagi organisasi secara keseluruhan serta memungkinkan keterlibatan bersama terhadap hasil merupakan cerminan lingkungan yang melaksanakan pemberdayaan.

Dalam hal komunikasi dan pelaksanan kekuasaan kita tidak perlu melihat kekuasaan selalu dalam arti negatif. Kekuasaan itu positif dalam arti bahwa ia dapat menyebabkan tujuan tercapai dan masalah terselesaikan. Kanter memandang bahwa kekuasaan tidak sebagai dominasi hierarkhis melainkan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu organisasi harus mencerminkan penggunaan kekuasaan yang bijaksana.

Komunikasi dalam suatu organisasi harus mencerminkan penggunaan kekuasaan yang bijaksana.Mempertahankan kekuasaan mungkin bergantung pada pengetahuan kapan untuk menggunakan kekuasaan itu.Kekuasaan yang dilaksanakan secara bijaksana mungkin sama sekali tidak digunakan.Misalnya,seorang pimpinan mendelegasikan otoritas kepada bawahannya untuk melakukan suatu tugas,komunikasi harus mendukung,yaitu pimpinan setidaknya memberi memo,atau merinci tugas yang harus dikerjakan.

Komunikasi dengan menempatkan posisi manusia lebih rendah adalah suatu wujud pelaksanaan kekuasaan. Ini mengisyaratkan suatu hubungan yang memaksakan dominasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukannya, dan mungkin tidak selalu disadari oleh orang tersebut.

Organisasi yang mendambakan inovasi, perubahan, dan andil maksimal dari pada anggotanya akan menjalankan komunikasi yang memberdayakan semua anggotanya. Kekuasaan dapat menjadi kekuatan positif bila dibagikan,dikembangkan pada orang lain,dan digunakan secara bijaksana,yakni memperbolehkan pendapat yang beraneka ragam,menumbuhkan kemampuan diri,saran-saran,dan menjamin kondisi yang memberi kesempatan untuk saling mempengaruhi.

DAFTAR PUSTAKA

Pace, R.Wayne, Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan (alih bahasa), Rosda, Bandung, 1998

Dale, M.. Developing Management Skill (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia, 2003

Gitosudarmo, I., Chons, M.C. Sudita, I.N. (2000). Perilaku Keorganisasian. (1 st ed.). Yogyakarta : BPFE.Komunikasi,Organisasi

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Post a Comment


Top